Tiongkok Mulai Berpaling, Korut Dekati ASEAN

Jumat, 28 April 2017 – 07:16 WIB
Ilustrasi. Foto: ASEAN

jpnn.com - Korea Utara (Korut) tampaknya mulai meragukan Republik Rakyat Tiongkok sebagai sekutu. Buktinya, Pyongyang kini mencari dukungan dari negara-negara lain dalam rangka menghadapi langkah agresif Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Bukan hanya ke Rusia, tapi juga ke negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

BACA JUGA: Korut: Cuma Ubur-Ubur yang Takut Provokasi AS

Menteri Luar Negeri (Menlu) Korut Ri Yong-ho mengirimkan surat kepada Sekjen ASEAN Le Luong Minh tertanggal 23 Maret. Surat itu baru terungkap ke media kemarin, Kamis (27/4).

Ri menuliskan bahwa situasi di Semenanjung Korea saat ini sudah berada di ujung tanduk. Perang bisa terjadi kapan saja karena provokasi dari Amerika Serikat (AS).

BACA JUGA: Pyongyang Dituduh Tahan Dosen Amerika Serikat

Salah satunya karena AS dan Korsel menggelar latihan bersama dengan menggunakan kapal yang mampu menyerang dengan senjata nuklir.

Menurut Korut, provokasi semacam itu bisa membuat Semenanjung Korea mengalami bencana nuklir dalam hitungan detik.

BACA JUGA: Semakin Bertingkah, Korut Sandera Warga Negara AS

Washington memang mengirimkan kapal induk USS Carl Vinson dan kapal selam yang dilengkapi senjata nuklir ke perairan di dekat Semenanjung Korea.

Pyongyang mendesak Minh agar menginformasikan situasi di Semenanjung Korea saat ini kepada menteri luar negeri (Menlu) sepuluh negara anggota ASEAN yang sedang bertemu dalam KTT ASEAN ke-30 di Manila, Filipina.

Salah satu topik utama dalam acara yang berlangsung pada 26–29 April tersebut adalah Korut.

’’Saya berharap ASEAN yang sangat mementingkan stabilitas dan perdamaian regional akan membuat pernyataan tentang latihan militer AS-Korsel di KTT ASEAN dengan adil dan berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan keamanan Semenanjung Korea,’’ bunyi penggalan surat yang dikirimkan Ri sebagaimana dilansir kantor berita AFP.

Korut memang tidak menjadi anggota ASEAN, tetapi mereka cukup dekat dengan Kamboja dan Laos.

Sebelum kasus kematian kakak Kim Jong-un, yaitu Kim Jong-nam, Malaysia juga merupakan salah satu sekutu Korut.

Hingga kini, ASEAN belum satu suara soal ketegangan di Korea. Sebab, dalam draf pernyataan bersama untuk menutup KTT nanti, bagian pernyataan terkait Semenanjung Korea masih kosong.

Tidak seperti biasanya, Korut juga mempersilakan pakar HAM PBB untuk datang. Utusan khusus PBB untuk hak-hak orang cacat Catalina Devandas-Aguilar akan berkunjung ke Pyongyang dan Provinsi South Hwanghae pada 3–8 Mei.

Itu adalah kali pertama Korut memperbolehkan kunjungan dari Kantor Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR). Padahal, sebelumnya Korut selalu menuding OHCHR adalah kaki tangan AS.

Di sisi lain, Pyongyang tetap gencar melancarkan ancaman terhadap Washington. Negeri yang paling terisolasi di dunia itu mengungkapkan bahwa mereka akan tetap menggelar uji coba nuklir. Langkah tersebut akan terus dilakukan sampai AS berhenti memprovokasi.

Hal itu diungkapkan salah seorang pejabat Korut Sok Chol-won saat diwawancarai CNN Rabu lalu (26/4). Dia adalah Direktur Institute of Human Rights di Academy of Social Sciences Korut, tapi diberi kewenangan untuk berbicara masalah apa pun saat diwawancara CNN.

’’Selama AS masih terus melakukan agresi yang agresif, kami tidak akan berhenti menguji coba misil dan nuklir,’’ ujarnya.

Namun, dia tidak mengungkapkan kapan pastinya Korut melakukan uji coba nuklirnya yang ke-6. Sebulan yang lalu, gambar satelit sudah menunjukkan bahwa Pyongyang siap menguji coba nuklir.

Informasi tersebut membuat AS kian agresif menekan Korut dan membuat situasi di Semenanjung Korea menegang. Namun, hingga hari ini, Korut belum meluncurkan senjata nuklir tersebut.

Sementara itu, AS menyatakan ingin membawa kembali Korut ke jalur dialog atas program senjata nuklirnya.

Alih-alih menyatakan bakal menyerang, Washington lebih memilih menambahkan sanksi ekonomi untuk menekan Pyongyang. AS meminta komunitas internasional untuk membantu menemukan solusi bagi program nuklir Korut.

Pernyataan tersebut keluar setelah Menteri Pertahanan Jim Mattis, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, dan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats bertemu seluruh anggota senat Rabu lalu.

’’Presiden Donald Trump berencana untuk menekan Korut agar menghentikan program nuklir, misil balistik, dan pengembangannya dengan cara memperketat sanksi ekonomi dan melanjutkan langkah diplomatik dengan sekutu dan partner regional kami,’’ bunyi pernyataan yang dikeluarkan oleh Gedung Putih.

Tiongkok yang merupakan sekutu utama Korut menyambut baik pernyataan tersebut.

Meski begitu, AS tetap berjaga-jaga. Komandan Komando Pasifik AS Laksamana Harry Harris mengungkapkan, sistem pertahanan misil Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) di Korsel akan diaktifkan dalam beberapa hari ke depan.

Padahal, sesuai rencana awal, THAAD baru akan diaktifkan pada akhir 2017. Langkah tersebut merupakan antisipasi untuk melindungi Korsel. (AFP/Reuters/CNN/c17/sha)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Arab Saudi Hanya Rp 93 T, Investasi AS di Indonesia Rp 133 T


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler