Titi Honorer K2: Kami Dipelihara dengan Janji Dijadikan PNS

Senin, 19 November 2018 – 05:47 WIB
Massa aksi honorer K2 membawa berbagai poster sebagai bentuk aspirasi untuk pemerintah, saat unjuk rasa di depan Istana, Selasa (30/10). Foto: M Fathra/JPNN

jpnn.com - Honorer K2 terus menyorot langkah pemerintah yang akan mengeluarkan kebijakan meluluskan peserta CPNS yang gagal memenuhi passing grade seleksi kompetensi dasar (SKD). Honorer K2 menilai ini sungguh kebijakan yang aneh tapi nyata.

Mesya Mohamad, Jakarta

BACA JUGA: FKK2I: Kok Kepala BKN Bela Peserta Tes CPNS Gagal?

RATUSAN ribu guru honorer K2 (kategori dua) tersentak. Kabar akan ada kebijakan khusus buat pelamar CPNS yang tidak lulus passing grade SKD membuat mereka risau.

Segudang tanya pun mencuat dan dituangkan dalam komentar-komentar di medsos. Bila alasan menyelamatkan negara dari kedaruratan guru dan tenaga kesehatan, kebijakan tersebut sangatlah naif.

BACA JUGA: Muncul Aspirasi Pengisian Formasi CPNS Kosong Diurus Daerah

Sejatinya, selama empat tahun terakhir Indonesia sudah darurat guru dan tenaga kesehatan berstatus PNS. Namun, selama itu juga pemerintah tidak melakukan perekrutan PNS. Pemerintah baru merekrut 238.050 pegawai baru di tahun politik

Kedaruratan tidak terasa karena selama ada honorer yang dijadikan tenaga andalan. Mereka dipekerjakan dengan gaji super murah atas dasar keputusan kepala sekolah, bukan kepala daerah.

BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Menteri Syafruddin soal Tes CPNS 2018

Sebagai pimpinan sekolah, kepsek dituntut harus ambil keputusan agar proses belajar mengajar berjalan. Sayangnya keputusan itu tanpa disertai kewenangan mengatur anggaran untuk gaji guru honorer. Alhasil guru honorer pun digaji seadanya Rp 150 ribu per bulan yang dibayar per triwulan sesuai pencarian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sayangnya, banyak yang mengecilkan peranan guru honorer. Mereka dianggap layak bergaji rendah karena hanya mengajar satu mata pelajaran (mapel).

Faktanya, banyak guru honorer di jenjang pendidikan dasar mengajar semua mapel kecuali Agama dan Olahraga. "Apakah ini yang membuat pemerintah alergi menghibahkan kursi CPNS kosong buat guru honorer K2?," kata Ketum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih kepada JPNN, Senin (19/11).

Dia menyebutkan, banyak guru honorer terpaksa membawa anaknya ke sekolah karena tidak mampu membayar pengasuh. Banyak juga guru honorer yang rumah tangganya berantakan karena tidak sanggup memenuhi kebutuhan harian.

Dia mengakui, ada segelintir guru honorer hidup berkecukupan. Bahkan ada yang bisa berhaji. Namun, itu bukan karena gaji sebagai honorer. Melainkan harta dari pasangan hidupnya yang bergaji besar. Ada juga karena punya warisan.

"Kenapa kami masih bertahan walaupun gaji kecil, karena kami dipelihara dengan janji-janji menjadi PNS. Semangat itu yang terus ditanam agar loyal pada negara," tuturnya.

Koordinator Daerah FHK2I Kabupaten Banyuwangi Hj Anis Akhodiyah termasuk salah satu yang beruntung. Guru agama ini bisa berhaji bersama suaminya yang memiliki pekerjaan mapan sehingga mampu menyekolahkan keiga anaknya.

Dua anaknya bisa mengecap pendidikan S1 di universitas negeri terkenal di Surabaya dan menjadi bankir. Sedangkan yang bungsu masih di jenjang SMA.

Makkullau, korwil FHK2I Kalimantan Timur juga memiliki kehidupan mapan. Lulusan Master Pendidikan terbaik dari Universitas Mulawarman ini bahkan sering menggunakan uang pribadinya dalam menunjang perjuangan mendapatkan status PNS.

"Kalau minta-minta urunan ke teman-teman, kasihan. Banyak di antaranya yang hidup kesusahan. Jadi kalau dibilang guru honorer hidupnya mapan itu enggak benar. Kalau ada hanya segelintir," ucapnya.

Makkullau pun meminta pemerintah untuk melihat pengabdian honorer K2. Kalau mereka tidak lulus tes wajar saja karena sudah lama tidak sekolah. Berbeda dengan pelamar umum yang baru selesai mengecap pendidikan sehingga aneh bila tidak lulus passing grade.

"Daripada memberikan jatah kepada pelamar umum, lebih baik kami guru honorer tua. Guru honorer tua bisa mengajarkan siswa tentang attitude," tuturnya.

Menurut Makkullau, ada perbedaan mencolok antara guru honorer tua dan muda. Guru honorer tua lebih sabar dalam menangani siswa. Sebaliknya guru muda tidak sabar dan kurang attitude-nya.

Dia khawatir, bila siswa diajari guru muda, nilai kesopanan tidak ada lagi. Apalagi, anak-anak zaman now semakin tergerus etika sopan santun saat berhadapan dengan orang lebih tua.

"Kami masih memegang prinsip menghormati yang lebih tua. Jadi bapak presiden, kalau ingin menyelamatkan generasi ini maka angkatlah kami jadi PNS. Jangan bapak berikan kepada guru-guru muda yang belum terbukti pengabdiannya," pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer K2 Capek Tagih Realisasi Piagam Ki Hajar Dewantara


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler