TNI AL Keluhkan Luas Laut dan Biaya

Jumat, 26 Desember 2014 – 05:03 WIB
KRI Sutanto. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA -  Panglima TNI Jenderal Moeldoko memastikan TNI tidak akan main mata atau main-main dalam menjaga laut Indonesia. Hanya saja, memang ada hambatan terbesar untuk penangkapan kapal pencuri ikan, yakni biaya yang sangat mahal.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebutkan, TNI tidak ada pandang bulu dalam penanganan kapal pencuri ikan. Siapapun yang melanggar, tentu akan ditindak. "Walau, memang ada sejumlah hambatan," tegasnya di Mabes TNI kemarin.
       
Hambatan terbesar dalam penangkapan kapal illegal fishing memang terkait anggaran yang besar, setiap operasional satu kapal patroli membutuhkan biaya Rp 900 juta per jam. Anggaran tersebut paling besar digunakan untuk bahan bakar minyak (BBM). "Bukan karena yang lainnya," tuturnya.

BACA JUGA: Pegawai Dilarang Fasilitasi Nikah Sirri

Hambatan lain yang juga kerap terjadi, misalnya kapal asing pencuri ikan itu memiliki teknologi yang lebih canggih dari milik TNI AL. Misalnya, radar mereka lebih modern dan  kecepatan kapal lebih tinggi. "Jadi, saat terdeteksi, upaya menangkap kapal itu sangat sulit," ujarnya.

Saat diketahui, adanya kapal asing dan kemudian tertangkap bukan berarti bisa untuk langsung ditenggelamkan. Ada aturan internasional yang harus dipatuhi, yakni dengan proses hukum. "Kita bukan tinggal diruang hampa yang tidak memiliki aturan," paparnya.

BACA JUGA: Pengungsi Sinabung Rayakan Natal di Pos Pengungsian

Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Marsetio menjelaskan, penangkapan sebuah kapal itu memiliki standard operating procedure (SOP), tidak bisa dilakukan aturan.

Misalnya, saat kapal diberhentikan, kemudian harus ada pemeriksaan kelengkapan surat-surat izin. "Begitu jelas kapal itu tanpa izin alias bodong, proses penegakan hukum dimulai," paparnya.
       
Hambatan lainnya, minimnya jumlah kapal dengan luas lautan yang luar biasa juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, kalau ada pencurian ikan di Laut Aru, Maluku. Posisi Radar dan dan pelabuhan berada di Ambon, untuk mencapai Laut Aru sebuah kapal patrol membutuhkan waktu sekitar dua hari hingga tiga hari.

BACA JUGA: La Ode Minta Kejagung Panggil Paksa Nur Alam

"Kalau terjadi kebocoran informasi, tentunya kapal-kapal pencuri ikan itu sudah kabur duluan," paparnya.

Karena itu, untuk menangkap kapal pencuri ikan itu juga dibutuhkan pesawat, tentu saja yang memiliki kemampuan khusus untuk mendarat di lautan. "Ini sudah direncanakan," paparnya ditemui di Mabes TNI Cilangkap.

Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia menjelaskan, ada rencana pembelian jet amfibi yang memiliki kemampuan untuk mendarat di lautan. Jet tersebut bisa difungsikan untuk patrol laut dan udara. "Sehingga, kapal asing pencuri ikan tidak bisa kabur terlebih dahulu," paparnya.
       
Jet amfibi buatan Rusia jenis BE 200 itu biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan atau untuk penyelamatan korban kecelakaan atau bencana. "Rencana ini sudah kami sampaikan ke Presiden Jokowi," terangnya.
       
Dia memastikan pencurian ikan akan lebih mudah ditindak dengan kombinasi penanganan antara kapal dengan pesawat amfibi. "Semoga semua itu bisa dipenuhi," terang Ida Bagus. (idr/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK dan Kejagung Lamban, Kewenangan PPATK Perlu Ditambah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler