jpnn.com - BANDUNG - TNI berinisiatif menjalankan program pengadaan alat utama sistem senjata (alusista) lewat PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Hal ini merupakan bagian dari upaya memperkuat kekuatan militer dengan memanfaatkan industri dalam negeri.
Pesawat tempur buatan anak negeri yang menjadi mimpi panjang pemerintah pun bakal terwujud. Direktur PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso mengatakan, rencana pembuatan pesawat tempur IFX-KFX generasi 4.5 memang menjadi salah satu fokus PTDI saat ini. Sebab, ini bakal menjadi teknologi pesawat tempur pertama yang dimiliki oleh Indonesia.
BACA JUGA: Bareskrim Siap-siap Panggil Masinton...Seizin Presiden
’’Selama ini, PT DI memang fokus untuk memproduksi pesawat angkut yang bisa diperuntukkan kepentingan militer atau komersial. Tapi rencana ini akan membuat perusahaan kami mendapatkan teknologi untuk membuat pesawat tempur,’’ ujarnya saat dijumpai awak media di Bandung kemarin (11/2).
Memang, lanjut dia, teknologi tersebut tak berasal sepenuhnya dari dalam negeri. Sebab, proyek itu adalah kerja sama dengan Korean Aircraft Industry (KAI) di mana Indonesia hanya menyumbang 20 persen dari total investasi. Namun, jika program ini berhasil, Indonesia setidaknya mendapatkan 90 persen dari ilmu pembuatan pesawat jet.
BACA JUGA: Garuda dan Lion Dikabarkan Hampir Tabrakan
’’Saat ini, perwakilan kami sedang bekerja di Korea Selatan untuk merancang produknya. Mudah-mudahan, 2020 sudah bisa mulai diproduksi sehingga 2024 pesawat ini bisa mulai beroperasi,’’ungkapnya.
Dia menegaskan, perancangan jet tempur ini tak akan berkonsentrasi untuk sekedar desain bentuk atau kecepatan. Namun, PT DI ingin lebih fokus pada aspek jarak dan ketepatan tembak. Juga pada teknologi deteksi. Hal itulah yang membuat perbedaan antara KFX milik Korsel dan IFX milik Indonesia.
BACA JUGA: Nyaris Tabrakan, Putar Balik, Garuda: Kami Sudah Sesuai Prosedur
’’Kepentingan Korea dengan Indonesia pasti beda. Mereka tak seberapa peduli dengan jarak tempuh karena urusan militernya itu dengan Korea Utara. Sedangkan kami jelas peduli jarak tempuh dengan wilayah agraria yang luas,’’ terangnya.
Karena itu, lanjut dia, proses perancangan tersebut tak bisa dipersingkat. Bukan hanya karena proses penelitian. Pihaknya juga masih terus berusaha melobi agar mendapatkan teknologi radar yang digunakan oleh AS. ’’Untuk badan pesawat saja kami tak akan memakai logam. Tapi, composite yang memang digunakan badan militer negara maju,’’ imbuhnya.
Asisten Perencanaan Umum (Asrenum) Panglima TNI Laksda TNI Agung Pramono mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan penguatan industri alutsista dalam negeri. Namun, upaya tersebut bukan berarti mudah dilaksanakan. Dia mengaku masih banyak hambatan yang dialami untuk memperkuat alusista dengan industri dalam negeri.
’’Kami tentu terus berusaha. Misalnya, anggaran pertahanan di APBN tahun ini sudah mencapai Rp 110 triliun. Hingga 2019, anggaran itu diperkirakan akan naik sampai Rp 200 triliun. Bluebook untuk pinjaman luar negeri kami pada periode 2015-2019 pun sudah disetujui,’’ terangnya. (bil/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Pentingnya Kembangkan Ekonomi Desa
Redaktur : Tim Redaksi