Tolak Kebijakan Sekolah 5 Hari, KPAI Disorot

Rabu, 16 Agustus 2017 – 15:50 WIB
Orang tua siswa mengantar putra-putrinya ke sekolah. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sikap penolakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap kebijakan sekolah lima hari dipertanyakan Satgas Perlindungan Anak.

Menurut Ketua Satgas Perlindungan Anak M Ihsan, pernyataan Ketua KPAI Susanto bahwa kebijakan tersebut melanggar hak anak sangat menggelitik.

BACA JUGA: Menseskab Sebut Isu Sekolah 5 Hari Sengaja Digoreng

Karena jika anak yang sebelumnya sekolah enam hari dan menjadi lima hari, bukannya punya waktu dua hari penuh dengan orangtuanya yang pada waktu bersamaan juga tidak masuk kerja.

"Logika yang digunakan KPAI jungkir balik, sehingga wajar jika kami curiga KPAI tidak punya data yang kuat dan kajian mendalam dalam membuat keputusan untuk menetapkan bahwa kebijakan lima hari sekolah bertentangan dengan UU Perlindungan Anak," kata mantan Sekjen KPAI ini, Rabu (16/8).

BACA JUGA: Polemik Sekolah 5 Hari, Yenny Wahid Temui Muhadjir Effendy

Kekeliruan terbesar KPAI, lanjutnya, tidak pernah melakukan klarifikasi pada Mendikbud terkait program pendidikan karakter yang sudah dipublikasikan luas. Dimana, sekolah lima hari terdiri dari intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler. Artinya pengembangan pengetahuan, bakat, minat, agama termaktub di dalamnya.

Pertanyaan mendasar Satgas Perlindungan Anak, lanjut Ihsan, faktor apa yang mendorong KPAI menggebu-gebu menyampaikan pernyataan ke publik bahwa kebijakan sekolah lima hari melanggar Hak Anak.

BACA JUGA: JK Tegaskan Sekolah 5 Hari tak Wajib

Jika KPAI bicara dalam konteks hak anak, maka seyogyanya KPAI mengacu pada hak universal anak yang diatur dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang mengatakan setiap negara anggota wajib menjamin dan melindungi anak untuk mendapat pengasuhan orang tua kandungnya.

UU Perlindungan Anak juga menjamin bahwa setiap anak berhak diasuh dan dibesarkan oleh orang tuanya sendiri.

Artinya KPAI harus melakukan monitoring dan pengawasan apakah kebijakan lima hari sekolah yang membuat waktu anak bersama orang tua berkurang atau pendidikan pesantren yang membuat anak jarang bertemu orang tua.

"Dari fakta ini menunjukan bahwa KPAI tidak menggunakan konsep hak anak secara komprehensif tetapi hanya untuk menjustifikasi pendapat KPAI untuk mengatakan kebijakan lima hari sekolah melanggar hak anak," ujarnya.

Sebelumnya, Susanto mengatakan, teknis pembelajaran menjadi domain kewenangan Pemprov dan pemerintah Kabupatne/Kota, sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Selain itu, kata Susanto, 40 jam per minggu berpotensi melanggar UU perlindungan anak. Hak anak untuk memiliki waktu yang seimbang untuk bertemu dengan orang tua maupun bermain dan belajar dengan teman sebaya di luar jam pelajaran tidak tercukupi.

Menurut Susanto, pemerintah seharusnya lebih berkonsentrasi untuk memenuhi 8 standar nasional pendidikan berupa pemerataan fasilitas, sarana dan prasarana, pendidik yang berkualitas, serta sekolah ramah anak. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Diminta Turun Tangan Akhiri Polemik Sekolah 5 Hari


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler