jpnn.com - TAPTENG – Kecelakaan ngeri terjadi di Desa Masnauli, Kecamatan Manduamas, Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, Kamis pagi (28/5).
Sebanyak 17 siswa tewas dalam perjalanan ke sekolah. Truk yang mengangkut mereka terbalik dan tercebur ke parit sedalam 2,5 meter.
BACA JUGA: Wanita Muda Selingkuh dengan Penjual Sembako, Menyamar jadi Pembeli, eh..di Dalam Begituan
Bahaya yang mengancam keselamatan siswa dalam perjalanan menuju dan pulang sekolah memang cerita klasik di Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kejadian di Tapteng kemarin adalah yang terparah. Pemerintah daerah maupun pusat harus melakukan tindakan nyata untuk mencegah terulangnya kejadian itu!
Truk dengan bak terbuka nahas yang mengangkut para pelajar tersebut adalah milik PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR). Meski bukan angkutan penumpang, setiap hari truk bernopol BK 8912 EA itu mengantar jemput putra-putri karyawan PT SGSR ke sekolah.
BACA JUGA: Hihihii, Istri Datang, Suami Umpetin Perempuan Cantik di Bawah Ranjang
Berdasar informasi yang dihimpun Metro Siantar (Grup JPNN), truk itu dikemudikan Ramadhani. Seorang saksi, A. Pasaribu, 37, mengungkapkan, saat itu, Ramadhani berusaha menyalip truk lain di depannya. Beberapa saat kemudian, as roda depan kanan truk patah. Ramadhani pun kehilangan kendali. Truk lalu terjungkal ke dalam parit.
’’Puluhan anak sekolah yang dibawa truk itu terlempar. Sebagian lagi ikut terbalik dan tertimpa truk. Truk tersebut tertanam di lumpur parit kebun itu,’’ jelasnya kepada Metro Siantar di lokasi kejadian kemarin.
BACA JUGA: Pondok Bersekat di Tepi Pantai Dibongkar, Eeeh..Petugas Temukan Kondom
Para korban harus menunggu cukup lama untuk mendapat pertolongan. Sebab, lokasi kecelakaan berada di tengah areal perkebunan yang sepi. Korban baru bisa dievakuasi dari bawah bak truk setelah satu unit alat berat mengangkat badan truk. ’’Yang masih hidup dan kritis langsung dilarikan ke puskesmas dan bidan setempat,’’ ujar Pasaribu.
Kapolsek Manduamas AKP Endah Iwan Tarigan menjelaskan, di antara total 40 penumpang, 17 anak meninggal. Enam lainnya selamat dan seorang lagi mengalami patah kaki.
Korban yang meninggal adalah Gabriel Laia, 12; Viliana Laia, 16; Rosalinda Manik, 16; Risda Wati Hutagalung, 16; Boi Tinambunan, 16; Indah Sari Tinambunan, 16; Upiana Laia, 15; Bona Munthe, 14; Ariantinus Manalu, 16; dan Arfianus Mendofa, 14. Selanjutnya, Agusman Delau, 15; Ranto Manalu, 16; Paulinus Tumanggor, 15; Jonas Rivaldo Hulu, 13; Erwinto Nainggolan, 17; Purnama Sari Siregar, 17; dan Victor Telambenua, 15.
Ricard Tamba, 15, salah seorang korban yang selamat, membenarkan bahwa truk sempat mendahului kendaraan lain. ’’Lalu, tiba-tiba serasa mengerem mendadak. Kemudian, truk terbalik dan kami sudah berada di parit yang basah dan berlumpur,’’ ungkapnya.
’’Ada beberapa kawan yang berteriak minta tolong dari bawah bak truk itu. Tapi, kami tidak bisa berbuat apa-apa,’’ imbuhnya.
Tragedi di Tapanuli Tengah itu merupakan potret buram pendidikan kita. Sekolah kadang masih sulit dijangkau anak-anak Indonesia. Untuk diketahui, anak karyawan PT SGSR harus menempuh perjalanan sejauh 25 kilometer untuk menuju sekolah. Parahnya, mereka harus naik truk yang seharusnya tidak patut ditumpangi manusia.
Insiden-insiden yang dialami siswa saat berangkat ke sekolah ternyata belum membuat pemerintah benar-benar melakukan aksi nyata untuk menjaga keselamatan siswa. Sebelumnya, anak-anak di beberapa daerah harus menantang bahaya melewati jembatan rusak saat pergi ke sekolah.
Dari Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menyayangkan para siswa yang berangkat ke sekolah naik truk. Apalagi kondisi truk tersebut tidak layak sehingga mengalami patah as roda depan. ’’Seharusnya kasus seperti itu bisa diantisipasi,’’ tegasnya.
Ke depan, dia berharap urusan keselamatan siswa menuju dan pulang sekolah lebih diperhatikan. Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu menyatakan, seluruh orang dewasa harus mulai menunjukkan perhatian terhadap perjalanan siswa menuju sekolah. ’’Mari kita anggap mereka itu adalah adik-adik kita sendiri. Bukan anak bapak ini atau bapak itu,’’ ujarnya.
Dia mencontohkan, banyak anak yang bermain di pinggir jalan perkotaan. Padahal, itu sangat berbahaya bagi mereka. Anies berharap siapa pun yang mengetahui mau mengingatkan mereka tentang keselamatan bermain di pinggir jalan. ’’Jangan kalau sudah terjadi kecelakaan baru ramai,’’ ungkapnya.
Urusan keselamatan siswa menuju dan pulang sekolah digalakkan Kemendikbud sejak beberapa bulan lalu. Tepatnya ketika terjadi insiden jembatan putus di Banten. Akibat insiden tersebut, siswa yang melintas di jembatan tercebur ke sungai.
Sayangnya, program Kemendikbud yang membuka laporan soal akses siswa ke sekolah tidak direspons masyarakat. Hingga saat ini, tidak ada satu pun laporan dari masyarakat tentang adanya akses siswa ke sekolah yang berbahaya. Padahal, sejatinya sangat banyak akses ke sekolah yang ekstrem di daerah.
Anies menegaskan, Kemendikbud tidak memiliki personel yang cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Karena itu, dia berharap masyarakat yang mengetahui adanya akses yang berbahaya bagi siswa menuju sekolah untuk melapor. Dengan demikian, Kemendikbud bisa menekan instansi terkait untuk segera memperbaiki akses tersebut. (gp/JPG/wan/c5/ang)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duet Malaikat Maut Dibekuk Polisi
Redaktur : Tim Redaksi