Transisi Ekonomi Hijau, Putu Rudana Bicara Keuntungan USD 26 Triliun di 2030

Kamis, 03 November 2022 – 15:46 WIB
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana di Forum Parlemen Asia-Pasifik ke-30 (APPF) di Bangkok Thailand. Foto: BKSAP

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana menyebut dunia saat ini sedang menyaksikan efek dari perubahan iklim.

Dia menilai gelombang panas, kebakaran hutan, hingga kekeringan berkepanjangan adalah konsekuensi lain dari perubahan iklim. Kondisi itu juga menjadi salah satu pendorong utama rusak dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta membahayakan lingkungan masyarakat.

BACA JUGA: Tanam 1 Juta Pohon, 21 BUMN Berkolaborasi Hidupkan Ekonomi Hijau Ciwidey

Demikian disampaikan Putu pada Sidang Utama Tahunan Forum Parlemen Asia-Pasifik ke-30 (APPF) di Bangkok Thailand.

"Untuk tujuan ini, mengubah perilaku ekonomi kita dari ekonomi berbasis eksploitasi menuju ekonomi hijau berkelanjutan bisa menjadi strategi yang patut diperjuangkan," kata Putu Rudana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (3/11).

BACA JUGA: Pengembangan Green Energy Pertamina Kurangi Pemanasan Global & Perubahan Iklim, Harus Kita Dukung

Legislator asal Bali itu menilai hal tersebut memberikan strategi penting untuk mengendalikan dampak perubahan iklim serta melindungi keanekaragaman hayati, dan pada saat yang sama membuka peluang bagi pengembangan sosial dan ekonomi.

Dia menyebut organisasi buruh internasional atau International Labour Organization (ILO) memperkirakan pendekatan ekonomi hijau dapat menghasilkan 24 juta lapangan pekerjaan baru di seluruh dunia pada 2030.

BACA JUGA: Putu Rudana Ungkap 2 Strategi Indonesia Mengatasi Perubahan Iklim

"Penelitian terkini menunjukkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar USD 26 triliun pada 2030, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa," ucapnya.

Oleh karena itu, Putu mendorong anggota parlemen berada di garis depan untuk dalam mengarusutamakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sembari memastikan tidak ada trade-off antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Putu menyebut dukungan dan kerja sama antarnegara di kawasan Asia-Pasifik tentu sangat krusial, sehingga diperlukan kolaborasi untuk memperkuat di berbagai bidang, terutama keuangan, investasi, alih teknologi, dan peningkatan kapasitas untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.

Menurut Putu, harus disadari tidak ada negara yang dapat mengupayakan keanekaragaman hayati dan transisi ekonomi hijau dengan kekuatan sendiri, tanpa bantuan negara lain.

"Kami menyadari pentingnya pendanaan yang memadai. Oleh karena itu, berbagai skema pembiayaan seperti Green Sukuk, yaitu obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek-proyek pelestarian lingkungan telah dijalankan," tuturnya.

Dia lantas menyinggung langkah Indonesia yang baru saja mengeluarkan dokumen Enhanced NDC (ENDC) yang isinya berupa peningkatan pengurangan emisi karbon dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kapasitas sendiri, serta dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.

"Target ini selanjutnya dapat mempercepat upaya menuju pencapaian net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat," ujar politikus Partai Demokrat itu

Putu yang juga menjadi ketua pada Grup Sub-Regional Asia Tenggara dalam pertemuan APPF ke 30 di Bangkok, Thailand membeberkan berbagai pengalaman beberapa progres Indonesia.

Pertama, Indonesia telah berusaha mempercepat penggunaan kendaraan listrik serta penambahan pembangunan stasiun pengisian baterai kendaraan listrik.

Indonesia juga berkomitmen menerapkan Net-Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU-Net sink) pada 2030, yaitu kondisi di mana tingkat penyerapan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi yang dikeluarkan.

Kemudian, Indonesia menargetkan untuk menyelesaikan uji coba B40 pada Desember 2022 – yaitu berupa campuran 40 persen biodiesel berbasis minyak sawit dan 60 persen solar – yang merupakan program upgrade dari B30 yang telah diterapkan di dalam negeri RI.

"Sebagai negara dengan salah satu kawasan mangrove terbesar di dunia, Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove untuk memulihkan 600.000 hektar lahan mangrove hingga tahun 2024," kata ketua desk kerja sama regional BKSAP itu. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Menulis Kisah Khusnul Chotimah Menemui Teroris Bom Bali, Ini yang Terjadi


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler