jpnn.com, JAKARTA - Presiden AS Donald Trump tak henti menebar ancaman kepada Tiongkok. Akhir pekan lalu dia memulai proses pemungutan tarif untuk semua barang impor dari negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia tersebut. Trump juga masih punya kartu truf.
Dalam serentetan cuitan di dunia maya, taipan 72 tahun itu mengklaim bisa membuat keadaan lebih ricuh. Lebih buruk daripada penerapan bea impor sebesar 25 persen terhadap USD 325 miliar (Rp 4.662 triliun). ''Lebih baik mereka bertindak sekarang. Sebab, saya akan senang meraup tarif yang jauh lebih besar,'' ujarnya, menurut Agence France-Presse.
BACA JUGA: AS dan Tiongkok Perang Dagang Lagi, Ini Barang-Barang yang Harganya Bakal Melambung
Entah barang apa lagi yang akan dipajaki. Tetapi, rupanya, Trump yakin bisa membuat Presiden Tiongkok Xi Jinping pusing tujuh keliling. Satu-satunya jalan keluar bagi Tiongkok ialah mencapai kesepakatan sebelum AS melaksanakan Pemilu 2020.
BACA JUGA: AS dan Tiongkok Perang Dagang Lagi, Ini Barang-Barang yang Harganya Bakal Melambung
BACA JUGA: Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas
Trump menyebut Tiongkok sudah putus asa berbicara dengan dirinya. Mereka memilih menahan sakit dan menunggu pemerintahan baru. ''Mereka berharap, Demokrat menang. Masalahnya, saya yang akan menang,'' tegasnya.
Jika harus menandatangani kesepakatan dagang pada masa jabatan kedua, kondisinya akan jauh lebih buruk daripada saat ini. Keputusannya sudah bulat tanpa diskusi. Terhadap perusahaan nasional yang ingin memprotes kebijakan tersebut, dia menyediakan satu solusi.
BACA JUGA: Mengulas Dampak Perang Dagang AS vs Tiongkok Bagi Indonesia
''Mau menghindari tarif impor? Gampang, buatlah produk Anda di AS,'' ungkapnya.
Komentar Trump seperti mengoleskan garam di luka para investor dan pelaku bisnis global. Padahal, mereka sudah lesu saat tahu Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He kembali tanpa kesepakatan ap apun. Itu berarti Trump bakal terus menggila.
Menurut Liu He, kedua kubu tinggal mencari nada yang sama untuk tiga poin utama. Pertama, tuntutan Tiongkok agar semua kenaikan tarif dibatalkan belum disetujui AS. Kedua, detail mengenai janji pembelian komoditas AS oleh Tiongkok. Ketiga, titik keseimbangan dalam kompromi terhadap kebijakan yang bersifat prinsip.
''Kami harap AS menahan diri. Dengan begitu, ketegangan bisa dihindari,'' imbuh Liu.
Pertanyaan dari investor cuma satu, di mana garis finisnya? Hingga April lalu, mereka percaya bahwa tahun ini merupakan garis akhir perundingan perdagangan. Media internasional sempat mengabarkan bahwa Xi Jinping bakal ke Washington pada medio 2019.
Harapan itu terkubur seiring dengan unggahan Trump soal kenaikan tarif impor. SekaÂrang investor bersiap untuk menghadapi skenario terburuk. Sekjen Pangoal Institution Wang Dong, dilansir The Straits Times, menduga bahwa perang dagang akan lama dan berbelit laiknya Perang Dingin dengan Rusia. Bukan hanya tarif, namun soal spionase teknologi dan inisiatif jalur sutra juga menjadi bumbu ketegangan antara AS dan Tiongkok.
''Era integrasi ekonomi global sudah berakhir,'' ucap Benn Steil, direktur program ekonomi internasional di Council on Foreign Relations.
Boleh jadi, dua raksasa itu akan menjadi dua kutub berseberangan. Dan, semua negara dunia harus memilih sisi. Mencoba merangkul dua kubu bakal menjadi langkah yang sulit dan rentan menjadi bumerang. Hati-hati, bisa-bisa negara tersebut dikucilkan keduanya.
Brahma Chellaney, analis di Centre for Policy Research, mengatakan bahwa kemungkinan itu besar. Sebab, sikap menentang ekspansi ekonomi agresif ala Tiongkok merupakan keputusan bipartisan. Artinya, Republik maupun oposisi Demokrat setuju.
Namun, ada pula pendapat yang menyatakan, jika Trump tak lagi berada di pucuk pimpinan AS, konflik dua negara tak akan segoyah sekarang. Bahkan, Trump mungkin saja gagal mempertahankan hukumannya terlalu lama. Menurut Bonnie Glaser, pakar Tiongkok di Center for Strategic and International Studies (CSIS), sembilan di antara sepuluh barang yang dibeli konsumen AS datang dari Tiongkok. Jika harga barang-barang itu terus naik, posisi Trump bakal terancam. (bil/c4/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perang Tarif AS Vs Tiongkok Pecah Lagi
Redaktur & Reporter : Adil