Tubuh Melayang, Berpikir Kiamat Datang

Senin, 28 November 2011 – 07:16 WIB

Ambruknya Jembatan Kartanegara tidak hanya membawa duka mendalam bagi keluarga yang kehilangan sanak familiMereka yang lolos dari maut pun tak bisa begitu saja melupakan tragedi di depan mata tersebut.
------------------------------------
EKA FATIMAH, Tenggarong
-----------------------------------
Sabtu (26/11) sekitar pukul 16.30 Wita, suara gemuruh bak guntur menjelang hujan badai mengguncang Kota Raja, Tenggarong

BACA JUGA: Pernikahan Ketujuh Dalang Manteb Oye Sudarsono

Setiap mata yang berada di sekitar Jembatan Kutai Kartanegara terpana akan apa yang dilihatnya
Deru reruntuhan badan jembatan seperti mengisyaratkan raungan setiap jiwa yang berada di atasnya

BACA JUGA: Gaji Guru Tak Cukup, Sugeng Merangkap Jadi Tukang Becak

Terlebih, saat itu arus lalu lintas di jembatan yang dibangun pada 1995 itu sedang ramai karena akhir pekan


Ida, 27, warga Pal 6 Tenggarong yang sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan taman pedestrian bawah jembatan tersebut merupakan salah seorang yang merekam detik-detik keruntuhan jembatan yang disebut-sebut tercantik di Kaltim itu

BACA JUGA: Berkat Novel-Film Eat, Pray, Love, Ketut Liyer Kewalahan Layani Turis Asing



Pukul 16.00 Wita, mestinya pekerjaan Ida sudah usaiNamun, karena ingin melepaskan lelah sebelum melangkah pulang, dia menyantap bakso dulu di kawasan seputar tamanMaklum, setiap menjelang senja hingga malam, taman pedestrian merupakan salah satu tempat favorit bagi penjaja aneka macam kuliner"Kebetulan tempat duduk saya menghadap ke jembatanSaya merasa ada yang aneh dari bentuknya yang tampak sedikit miring dari biasanya," papar Ida

Karena penasaran, dia terus memperhatikannyaBeberapa saat kemudian, tubuh jembatan itu seperti terguncang dan langsung ambruk, kemudian tenggelam ke Sungai MahakamAmbruknya jembatan itu disertai kepulan debu yang mirip asap tebalKedua mata ibu dua anak tersebut sesaat melototDia sempat tak percaya bahwa apa yang dilihatnya itu adalah nyata"Saat menyadari peristiwa itu, orang-orang di sekitar saya langsung berteriak dan berlarian ke arah jembatan," ungkapnya

Kepanikan juga dirasakan Alim, pemuda asal Jawa yang beberapa hari terakhir ikut menggarap proyek pemeliharaan jembatanDia adalah salah satu korban selamat di antara sekitar sepuluh temannya yang tercebur ke sungai"Masih ada Udin, Hendra, dan entah siapa lagi namanyaAku lupaSemua bekerja di bagian tengah jembatan," ucapnyaSesekali dia berteriak pilu akan nasib tragis yang menimpa rekan-rekannya

Alim terbilang beruntungSaat musibah datang, dia berada di bagian mulut jembatan arah kotaBeberapa saat kemudian, dua pekerja ditemukan di tempat tersebutSalah satunya terluka cukup serius di leher dan harus menjalani operasi di RSUD AM Parikesit Tenggarong

Saksi hidup lain dari robohnya Jembatan Kartanegara adalah Nur Siamah, 42, dan Yayah Hairinah, 40, warga Tenggarong Seberang, Kutai KartanegaraSaat musibah terjadi, dua guru TK RA Miftahul Tenggarong Seberang tersebut persis berada di tengah jembatanMereka menggambarkan, seperti melihat kiamat saat peristiwa itu terjadiMereka termasuk korban selamat yang pertama mendapat pertolongan dan dilarikan ke rumah sakit.

Setiap akhir pekan, dua perempuan itu selalu melintasi Jembatan Kartanegara untuk pergi dan pulang kuliah di Universitas Terbuka yang berlokasi di SMP 1 TenggarongSetelah kuliah berakhir pada pukul 15.30 Wita, Nur dan Yayah segera bergegas pulang dengan berboncengan sepeda motor milik Nur"Saya tidak bisa bermotorJadinya, selalu numpang Bu Nur jika kuliah," cerita Yayah

Seperti biasa, saat itu Nur mengendarai sepeda motor dengan perlahanTak ada rasa janggal saat mereka memasuki bibir jembatan yang diresmikan di masa awal pemerintahan Bupati Syaukani H.RiniArus kendaraan ketika itu cukup ramai

Namun, saat berada di bagian tengah jembatan, mereka melihat sisi jembatan di Tenggarong Seberang runtuhDalam sekejap keduanya merasa melayang dan tercebur ke sungai"Saya sempat berpikir, sepertinya ini kiamat," ungkap Yayah

Dalam keadaan sadar, Yayah dan Nur dapat merekam dengan detail setiap kejadian yang dialaminya"Saya hampir tenggelam dan meminum banyak air sungai," cerita Yayah
Namun, karena ingin mempertahankan hidup, ibu dua anak itu berusaha sekuat tenaga untuk dapat menggapai benda apa saja agar bisa mengangkat kembali tubuhnya ke permukaan air"Alhamdulillah, saya bisa menggapai besi-besi sisa reruntuhan dan badan saya bisa terapung," terangnyaDia pun bersyukur mendapati Nur berada di dekatnya

Tubuh Nur dan Yayah dibawa menepi oleh sesama korban reruntuhan lain yang selamat"Seingat saya, beberapa pria yang lolos dari reruntuhan menyeret tubuh kami berdua hingga ke tepi," ceritanya

Melihat kondisi badan Nur yang lemah dan terluka cukup parah di pangkal paha, Yayah tidak menyadari bahwa kaki kirinya juga terluka dalamBaru saat di dalam mobil yang membawanya ke RS dan melihat darah di kaki, dia sadar kalau terluka cukup parah.

Akibat luka parah di pangkal pahanya, Nur mengaku hanya sadar saat tubuhnya dimasukkan ke mobil"Saat ditarik ke pinggir, baju yang saya kenakan sudah compang-campingBahkan, bagian bawah telanjangHanya jilbab yang masih utuh," katanya

Meski merasa sangat sakit, kepala TK ini berkeinginan keras untuk dapat mempertahankan hidup"Demi anak-anak saya, saya ingin tetap hidup," tuturnya

Selama dirawat, Nur telah menjalani dua kali operasiPertama, sesaat setelah tiba di RSUD AM Parikesit, Sabtu malam (26/11), untuk pertolongan pada luka pangkal pahanya dan pemasangan gips pada persendian tangan kananOperasi kedua dilakukan kemarin (27/11) sore di daerah abdomen(ekf/tom/jpnn/c2/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panji Hadisoemarto, Kandidat Doktor Ilmu Virus di Harvard University


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler