jpnn.com - jpnn.com - Warga Surabaya masih banyak yang tidak membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Hingga Oktober 2016 saja, total tunggakan itu mencapai Rp 3,752 miliar.
BACA JUGA: Integrasi JKN Kacau, Bayi Dua Bulan Tak Tertolong
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan antara dinas kesehatan, BPJS Kantor Cabang Utama Surabaya, BPJS Kantor Divisi Regional Jatim, dan Komisi D DPRD Surabaya kemarin (24/1).
Para penunggak rata-rata merupakan peserta yang membayar premi alias iuran sendiri.
BACA JUGA: Berapa sih Jumlah RS Swasta Putus Hubungan dengan BPJS?
Ketua Komisi D Agustin Poliana berharap pemkot segera mengambil tindakan untuk mengevaluasi data penunggak.
Semua stakeholder harus dilibatkan. Mulai dinas sosial (dinsos), dinas kesehatan (dinkes), hingga kecamatan dan kelurahan.
BACA JUGA: Alasan Gubernur Ogah Integrasikan Jamsoskes ke BPJS
''Kalau perlu, mereka bisa dimasukkan ke golongan kepesertaan PBI (penerima bantuan iuran, Red) yang dibantu APBN maupun APBD,'' jelas Titin, panggilan akrabnya.
Iuran tersebut menunggak karena peserta tidak mampu lagi membayar. Ada pula yang menghentikan pembayaran karena merasa tidak membutuhkan perawatan medis.
Namun, tidak sedikit iuran yang macet karena peserta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebelum di-PHK, premi mereka dibayar perusahaan. Namun, begitu terkena PHK, mereka langsung menjadi penunggak.
Golongan penunggak premi itu, lanjut Titin, bisa dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan jatah target cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) jenis PBI untuk Surabaya.
Tahun ini, menurut Titin, perlu ada pencanangan agar Surabaya mampu mencakup 300 ribu jiwa kepesertaan PBI.
''Saat ini, yang tercakup baru 273 ribu jiwa,'' kata politikus PDIP itu.
Bagaimanapun, jaminan kesehatan bagi warga Surabaya merupakan kewajiban pemkot.
Apalagi, para peserta yang terkena PHK adalah orang-orang yang tidak berdaya.
''Tugas pemkot adalah mendata, mencocokkan, dan mendaftarkan ke PBI. Jangan menunggu mereka sakit,'' ungkap Titin.
Sementara itu, Kepala Departemen Manajemen Pelayanan Kesehatan BPJS Divre Jatim Indrina Damayanti menyatakan, salah satu problem BPJS adalah tunggakan dari premi mandiri.
''Di antara seluruh peserta di Jatim, yang taat membayar hanya 50 hingga 60 persen,'' ucapnya.
Prinsipnya, perusahaan asuransi seperti BPJS harus tetap menjaga keseimbangan antara pemasukan dari premi dan realisasi biaya pelayanan.
Sejak 2014, banyak peserta mandiri yang sakit, kemudian mendaftar, lantas dilayani BPJS.
''Setelah sehat, mereka ndak bayar lagi,'' ujar Indrina.
Meski begitu, BPJS tidak akan serta-merta mencabut kepesertaan penunggak.
Sebab, pemerintah mempunyai target agar layanan BJPS bisa mencakup seluruh warga Indonesia pada 2019. Tapi, bagi yang lama menunggak, lanjut Indrina, tetap ada sanksi.
Saat membutuhkan pelayanan BPJS kembali, para penunggak dikenai sanksi 2,5 kali diagnosa awal dikalikan lama tunggakan.
''Dendanya maksimal Rp 30 juta,'' tutur Indrina. (tau/c23/oni/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Blakblakan, Kepala ICU RS Keluhkan Fasilitas BPJS
Redaktur & Reporter : Natalia