Tuntut Ganti Rugi, Heryanto Tanaka Somasi ke PT IPPT

Minggu, 20 Mei 2018 – 23:59 WIB
Advokat, Petrus Selestinus. Foto: Dok. Pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Nasabah PT. Inter Pan Pasifk Futures (PT. IPPF) Heryanto Tanaka melayangkan somasi pertama kepada perusahan pialang berjangka tersebut dengan tuntutan ganti rugi atas penutupan transaksi Hangseng. Surat somasi ini disampaikan oleh Kuasa Hukum Heryanto, Petrus Selestinus tertanggal 16 Mei 2018 dengan nomor surat 0-33/PST-ASS/V/2018.

“Kami telah mendapatkan kuasa dari Heryanto Tanaka, nasabah PT IPPF dan telah melayangkan surat somasi ke PT IPPF untuk segera membayar ganti rugi kepada klien kami (Heryanto) atas penutupan transaksi Hangseng," ujar Petrus Selestinus di Jakarta, Minggu (20/5).

BACA JUGA: Petrus Selestinus Somasi PT. Inter Pan Pasifik Futures

Petrus mengatakan Heryanto telah mengalami kerugian sebesar USD 1.115.280,00- (satu juta seratus lima belas ribu dua ratus delapan puluh Dolar Amerika Serikat). Karena itu, kata Petrus, pihaknya meminta PT IPPF harus segera membayar ganti rugi kliennya paling lambat dalam waktu 7 hari sejak somasi pertama ini tersebut diterima. 

“Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah terima somasi I ini, pihak PT. IPPF tetap belum memberikan ganti rugi kepada Klien kami sebagaimana diuraikan di atas, maka dengan sangat terpaksa, kami akan mengambil tindakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas dengan melakukan pelaporan pidana terhadap pihak PT. IPPF," tegas Petrus.

BACA JUGA: Puisi Sukmawati Soekarnoputri: Alasan Kapitra Ajukan Somasi

Petrus menjelaskan Heryanto selaku kliennya telah melakukan penandatanganan perjanjian pemberian amanat dengan PT IPPF pada 7 Juli 2010 dengan kode nasabah 6100 8888. Dalam perjanjian tersebut, kata dia, Heryanto bertindak sebagai Nasabah dan PT. IPPF sebagai Pialang Berjangka.

"Kemudian, pada 18 Februari 2013, Heryanto telah melakukan penandatanganan Perjanjian Pemberian Amanat dengan PT. IPPF dengan kode nasabah 6100 0333, di mana pada Pasal 1 Perjanjian Pemberian Amanat tersebut dinyatakan bahwa Klien Kami yang dalam hal ini merupakan Nasabah menempatkan sejumlah dana (Margin) ke Rekening Terpisah (Segregated Account) Pialang Berjangka sebagai margin awal dan wajib mempertahankan sebagaimana ditetapkan," terang dia.

BACA JUGA: Ganti Rugi Proyek Waduk Bendo tak Jelas, Warga Gelar Aksi

Setelah Heryanto melakukan kewajibannya, lanjut Petrus, ternyata dia menerima surat pemberitahuan pada 29 Juli 2017 dari PT. IPPF perihal transaksi Hangseng akan ditutup per tanggal 29 Agustus 2017. Dalam surat tersebut disampaikan juga bahwa semua posisi nasabah yang masih terbuka akan dilikuidasi dan system Market On Closed (MOC).

"Atas penutupan tersebut, klien kami (Heryanto) menolak dengan mengirimkan surat kepada PT IPPF pada 9 Agustus 2017. Selain bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, klien kami menolak karena telah menjadi nasabah PT. IPPF selama 7 (tujuh) tahun sedang dalam posisi floating loss pada saat itu (rugi)," tutur dia.

Petrus juga mengungkapkan bahwa Heryanto sudah membawa permasalahan ini kepada pihak Regulator, dalam hal ini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) dan PT. Bursa Komoditi & Derivatif Indonesia (BKDI). Pada pertemuan tanggal 27 Oktober 2017, kata dia, pihak BKDI menyatakan PT. IPPF telah melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian antara PT. IPPF dan Heryanto.

"Nah, di mana menurut BKDI yang berhak untuk menutup perdagangan adalah instansi yang bertindak sebagai Regulator, dalam hal ini BAPPEBTI dan BKDI, bukan PT IPPT," tandas dia.

Perbuatan PT IPPT, kata dia, jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan telah menimbulkan kerugian pada Heryanto Tanaka sebesar USD 1.115.280,00.

PT IPPT, menurut dia, pihak yang bukan memiliki otoritas untuk melakukan penutupan pasar sebagaimana ketentuan pada Pasal 20 huruf (b) UU No. 10 Tahun 2011 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Pasal 20 ini menyebutkan, "Penghentian sementara waktu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf (b) untuk jangka waktu lebih dari satu hari kerja, hanya dapat dilakukan oleh Bappebti”.

"Bahwa selain bertentangan dengan ketentuan pada Pasal 20 huruf (b) UU No. 10 Tahun 2011, tindakan PT. IPPF tersebut juga jelas bertentangan dengan ketentuan pada Perjanjian Pemberian Amanat tertanggal 07 Juli 2010, antara Klien Kami dengan PT. IPPF," jelas dia.

Pasal 10 Perjanjian Pemberian Amanat tersebut mengatur tentang Pembatasan Tanggung Jawab Pialang Berjangka.

Pada ayat (2) dari Pasal itu menyatakan denga tegas, bahwa "Perdagangan sewaktu-waktu dihentikan oleh pihak yang memiliki otoritas (Bappebti/Bursa Berjangka) tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Nasabah. Atas posisi terbuka yang masih dimiliki oleh Nasabah pada saat perdagangan tersebut dihentikan, maka akan diselesaikan (likuidasi) berdasarkan pada peraturan/ketentuan yang dikeluarkan/ditetapkan oleh pihak otoritas tersebut, dan semua kerugian serta biaya yang timbul sebagai akibat dihentikannya transaksi oleh pihak Otoritas tersebut, menjadi beban dan tanggung jawab Nasabah sepenuhnya”.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Somasi ke Produsen Rokok Dinilai Tidak Tepat


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler