jpnn.com - JPNN.com SURABAYA – Rencana moratorium ujian nasional (UN) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dikhawatirkan berdampak pada turunya minat belajar anak.
Hal itu dilihat dari hasil UN yang selalu turun ketika UN tidak lagi menjadi pedoman kelulusan sekolah.
BACA JUGA: Hebat! Delapan Anak Muda Mengabdi di Perbatasan
Kepala Dispendik Jatim Saiful Rachman mengatakan, dua tahun terakhir ini hasil UN turun setelah tidak dijadikan patokan kelulusan.
”Nilai UN di dua tahun terakhir terus mengalami penurunan. Karena itu, perlu perubahan orientasi belajar dari yang sebelumnya mengejar nilai UN, kini harus berorientasi pada jenjang yang di atasnya,” kata Saiful Rachman.
BACA JUGA: Lima Langkah Kemendikbud dalam Masa Transisi UN ke US
Hal itu terlihat dari mulai jenjang SMP/MTs, SMA dan SMK pada dua tahun terakhir terus melemah.
Ditandai dengan tingginya jumlah siswa yang mendapat nilai di bawah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) atau kurang dari 55.
BACA JUGA: Ujian Sekolah Berstandar Nasional Gantikan UN
Misalnya saja untuk jenjang SMP/MTs di Jatim yang pada 2015 lalu 21,55 persen peserta UN mendapat nilai di bawah SKL meningkat menjadi 65,15 persen pada 2016.
Hal itu juga berlaku pada jenjang pendidikan SMA dan SMK. Maka dari itu, mantan kepala Badan Diklat Jatim itu berharap sistem ujian tanpa UN berorientasi pada pendidikan di atasnya.
Misalnya, SMA/SMK harus tetap serius belajar dengan tujuan dunia industri dan melanjutkan ke perguruan tinggi.
”Kalau benar didesentraliasi maka dalam pelaksanaan ujian sekolah tingkat provinsi, bobot soal tetap akan mengambil ratarata dari masingmasing daerah. Hal ini dinilai akan mempermudah pemetaan pendidikan per daerah,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat pendidikan Jatim, Prof Zainudin Maliki penghapusan UN seharusnya dilakukan secara total.
”Bukan didesentralisasikan ke daerahdaerah,” jelasnya.
Mantan ketua Dewan Pendidikan Jatim ini mengaku, selama ini dengan adanya UN motivasi belajar siswa hanya palsu belaka.
Mereka didorong oleh motivasi ekstrinsik. Bukan motivasi intrinsik yang muncul dari dalam kesadaran mereka sendiri.
“UN itu menjadi alat intervensi untuk belajar. Bukan kesadaran siswa sendiri,” kata dia.
Dalam posisi seperti ini, lanjut Zainudin, peran guru semakin besar. Mereka dituntut membangkitkan motivasi belajar siswa tanpa alat intervensi apapun.
“Kalau tujuan hanya nilai UN, guru tidak perlu mengajar. Cukup siswa didrill dengan prediksi soalsoal UN,” tutur dia.
(han/no/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Kelemahan UN Menurut Mendikbud
Redaktur : Tim Redaksi