jpnn.com - JAKARTA - Kabar tak sedap mencuat di balik upaya Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba dalam mempersiapkan diri mendapat jatah saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Ketidakkompakan ini menjadi penyebab pemda tidak bisa berpikir cerdas untuk mendapatkan dana sekitar Rp3 triliun agar dapat menggaet jatah saham maksimal sebesar 30 persen. Sebenarnya sudah ada dana Rp900 miliar yang sudah jelas menjadi jatah pemda yang sampai saat ini masih mengendap di pusat.
BACA JUGA: Bocah SD Diterkam Buaya di Kolam Lapangan Golf
Dana tersebut merupakan dana annual fee dan dana lingkungan milik Pemda dari keberadaan Inalum yang selama dua tahun terakhir tertahan di pemerintah pusat. Rinciannya, Rp 800 miliar merupakan dana lingkungan dan sekitar Rp 100 miliar dana annual fee.
Menurut pakar pengelolaan keuangan daerah, Fermin Silaban, mestinya pemda langsung melobi ke pusat agar dana Rp900 miliar itu dikonversi menjadi saham Inalum. Lantas kekurangannya yang sekitar Rp2,1 triliun, bisa ditanggung Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota.
BACA JUGA: Mahasiswa Tolak Kedatangan Ical-Atut
"Sayangnya, dana Rp900 miliar tak cair-cair karena pemda tak kompak. Mereka rebutan menjadi ketuanya. Saya tahu itu," ujar Fermin Silaban kepada JPNN di Jakarta, Sabtu (9/11).
Birokrat yang mengaku sering berdikusi dengan Bisuk Siahaan karena satu gereja dengan tokoh pendiri PT Inalum itu, menilai, jika untuk mengurus haknya Rp900 miliar itu saja tidak bisa, maka untuk urusan dana yang lebih besar, yakni menyiapkan dana untuk share saham Inalum, pemda akan mengalami kesulitan.
BACA JUGA: Tongkang Batubara Terbalik, ABK Tertindih
Jika kompak, Pemprov Sumut dan 10 pemda di sekitar Danau Toba bisa rame-rame menekan pusat, langsung minta uang itu dikonversi menjadi saham Inalum. Bagaimana dengan kekurangannya Rp2,1 triliun?
"Ah, itu ringan jika ditanggung pemprov dan 10 kabupaten/kota itu. Tinggal soal kemauan dan kemampuan memenej anggaran saja. Bikin anggaran yang bener, yang tidak penting-penting dipending dulu, fokuskan untuk membeli saham Inalum. Karena Inalum ini menjanjikan sekali, nantinya pemda bisa mendapatkan deviden yang lumayan, yang bisa untuk biaya pembangunan di daerah masing-masing," ujar Fermin.
Tahapan penting yang mendesak untuk segera dilakukan pemda, selain meminta Rp900 miliar dikonversi menjadi saham, Pemprov dan 10 kabupaten/kota harus cepat duduk bersama untuk membicarakan berapa jatah saham masing-masing, sehingga bisa tahu berapa dana yang harus disiapkan setiap pemda.
"Sampai sekarang ini kan tidak jelas kabupaten mana mendapat berapa, tidak jelas. Inginnya yang mudah-mudah saja, gandeng swasta. Ingat ya, swasta itu milik pribadi. Menggandeng swasta itu juga memberi peluang pejabat cincai-cincai dengan pihak swasta itu, korupsi," ujar Fermin dengan nada tinggi.
Ditekankan lagi, kepemilikan saham Inalum yang sudah jelas dijatah maksimal 30 persen, adalah peluang emas bagi pemda untuk bisa menikmati keberadaan Inalum. "Jangan malah peluang emas ini dikasihkan ke swasta, ke pribadi-pribadi. Masyarakat Sumut harus ikut mengawal masalah ini. Jangan pejabatnya seenaknya saja dalam urusan Inalum ini," cetusnya lagi.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengingatkan Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba, agar menyiapkan dana dalam jumlah lumayan besar agar bisa ikut membeli saham Inalum. Perkiraan Dahlan, untuk 30 persen saham, pemda harus menyiapkan Rp3 triliun.
Sedang jika menggandeng swasta, Dahlan mengingatkan, harus dilakukan tender secara terbuka.
Sementara, terkait dana Rp900 miliar yang masih mengendap di pusat, rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Dahlan Iskan dan Menteri Perindustrian, MS Hidayat, di Jakarta, Selasa (22/10) malam, juga meminta pemerintah pusat segera merelasisasikan pembayaran atas kedua dana tersebut yang selama ini tertunggak.
Bupati Samosir, Mangindar Simbolon, selaku jubir 10 bupati/walikota, dengan tegas menyatakan Pemkab Samosir dan Pemprov Sumut serta sejumlah Pemkab lain siap memerjuangkan agar dana tersebut dapat segera dicairkan.
Dari Rp900 miliar itu, kata Mangindar, belum dihitung berapa jatah masing-masing pemda di sekitar Danau Toba. Namun dia sudah memastikan, dana tersebut tidak mungkin dialokasikan menjadi penyertaan modal saham Inalum.
“Dana lingkungan itu ada aturan khusus. Jadi tidak mungkin digunakan untuk beli saham. Makanya kalau Pemda tetap harus membayar agar dapat memeroleh saham Inalum, kita tetap perlu menggandeng pihak ketiga,” begitu alasan Mangindar.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Hadiyanto menjelaskan, pembayaran annual fee dan dana lingkungan dimaksud tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat, karena ada beberapa perbedaan angka hasil audit BPKP. Karena itu masih sejumlah pihak menurutnya perlu melakukan rekonsiliasi terlebih dahulu. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow, Ada 6.611 Kasus Korupsi Selama 4 Tahun
Redaktur : Tim Redaksi