Urusan Warisan, Putri dan Menantu Tega Seret Ibu Mertua ke Meja Hijau

Rabu, 24 September 2014 – 08:42 WIB

jpnn.com - TANGERANG – Kelam nasib Hj Fatimah di usia uzurnya. Perempuan berusia 90 tahun ini terpaksa bolak-balik ke kantor Pengadilan Negeri Tangerang, Kota Tangerang.

Nenek yang tinggal di Jalan KH Hasyim Asari, RT 02/01 nomor 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, digugat Rp1 miliar oleh putri kandung dan menantu karena kepemilikan harta warisan.

BACA JUGA: Beredar Kabar, Surat Pengunduran Diri Jokowi Hilang

Informasi yang dihimpun, sengketa kepemilikan lahan antara Hj Fatimah dengan putri keempatnya, bernama Nurhana dan menantu bernama Nurhakim ini sudah terjadi sejak puluhan tahun silam.

Berawal dari tahun 1987, tanah seluas 397 meter persegi yang terletak di Kampung Kenanga dibeli oleh Abdurahman, almarhum suami Fatimah. Lahan itu awalnya milik Nurhakim yang merupakan suami dari Nurhana, anak keempat Hj Fatimah.

BACA JUGA: Tersangka Proyek Busway Juga Terjerat Korupsi Bus Gandeng

“Dulu sudah dibeli dari dia (Nurhakim, menantu Hj Fatimah, red). Dibayar Rp10 juta tahun 1987. Bahkan Nurhana (putrid keempat tergugat, red) juga diberi uang Rp1 juta oleh orang tua saya,” ujar Amas, 37, anak bungsu Fatimah, di PN Tangerang, kemarin.

Hanya saja, karena pemilik tanah merupakan menantu, maka Fatimah dan (alm) Abdurahman tidak membuat kwitansi sebagai bukti jual beli tanah. Kedua orang tua ini percaya dan hanya sebatas menyimpan sertifikat tanah yang saat ini masih atas nama Nurhakim.

BACA JUGA: Jaksa Batal Garap Tersangka Korupsi Transjakarta

Saat ini, lahan yang disengketakan itu jadi tempat tinggal Fatimah dan ditemani beberapa putrinya, menunggu ajal menjemput.  

Masih menurut Amas, Nurhana dan Nurhakim saat ini menuntut agar sang ibu meninggalkan rumah tersebut dan tidak mengakui pernah menerima uang pembelian lahan pada tahun 1987.

Amas menjelaskan, pihak keluarga sudah kerap mengajak Nurhana dan Nurhakim untuk bermusyawarah. Hanya saja setiap musyawarah Nurhakim dan Nurhana kerap meminta ganti rugi yang nilainya cukup tinggi.

Nurhakim menurut Amas mulai menunjukkan niat untuk memiliki lahan itu satu tahun setelah Abdurahman (suami Fatimah, red) meninggal. Saat itu,  Nurhakim mengaku tidak pernah dibayar oleh bapak mertuanya. Tuntutan pertama Nurhakim meminta Rp10 juta, lalu naik menjadi Rp50 juta. Lalu naik lagi Rp100 juta dan hingga saat ini Rp1 miliar.

“Dulu itu Nurhakim sudah disuruh untuk balik nama di sertifikat karena sudah menerima pembayaran dari orang tua saya. Tapi Nurhakim bilang, sesama keluarga harus saling percaya. Sekarang orang tua saya malah digugat. Dasar menantu tidak tahu diri. Sudah begitu, kakak saya (istri Nurhakim, red) juga tidak mau membela ibu kandungnya sendiri dan malah ikut-ikutan menuntut,” katanya bernada kesal.

Kasus ini pun akhirnya sampai ke meja persidangan setelah Nurhakim dan Nurhana melaporkan nenek renta yang tidak lain ibu mertua ke Polres Metro Tangerang pada tahun 2013. Nenek tersebut dilaporkan melakukan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin.

”Ibu saya dilaporkan kasus perdata dan diminta gugatan Rp1 miliar. Tidak hanya ibu saja yang digugat. Tiga kakak saya juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah dan Marsamah,” ujarnya.  

Kasus ini sendiri sudah dua kali digelar di PN Tangerang. Pada persidangan kemarin, agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat dan tergugat.  

Kuasa Hukum Penggugat, M Singarimbun membantah kliennya telah mendapat bayaran atas lahan tersebut paada tahun 1987. Menurut Singarimbun, kliennya hanya memberikan sertifikat tanah itu kepada ayah mertuanya dan dijanjikan akan dibayar.

Namun hingga ayah mertua (Abdurahman, red) meninggal, kliennya tidak pernah diberi uang untuk pembayaran lahan  tersebut.

Masih menurut Singarimbun, kliennya pernah pindah ke Palangkaraya bersama Nurhana yang merupakan putri keempat dari tergugat (Fatimah, red). Hanya saja saat Abdurahman meninggal, keduanya kembali ke Tangerang untuk menagih uang atas penjualan tanah tersebut.
 
Singarimbun sendiri mengatakan pihaknya tidak menggugat Rp1 miliar. Kliennya hanya meminta ganti rugi senilai Rp2 juta per meter dari luas lahan atau sekitar Rp800 jutaan.

”Tidak sampai Rp1 miliar. Hanya sekitar Rp800 jutaan saja kok. Kalau dibayar baik-baik, klien saya juga tidak akan menggugat seperti ini,” katanya.

Sementara itu, Fatimah yang ditemui usai persidangan terlihat pucat pasi. Maklum saja, perempuan renta ini sudah dua kali bolak-balik ke Pengadilan Negeri Tangerang untuk mengikuti persidangan. Fatimah tidak menyangka putri keempat dan menantunya yang melaporkan dirinya ke pengadilan dengan dugaan penggelapan.

”Sedih. Saya capek. Tidak menyangka menantu dan anak saya sendiri tega melaporkan  ke pengadilan. Sudah begitu, masalahnya hanya karena harta duniawi," ujarnya dengan wajah melas. (fin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dewan Harus Segera Bahas Pengunduran Diri Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler