Usai Sidang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Mari Bersatu Kembali

Rabu, 26 Juni 2019 – 20:42 WIB
Sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus senior PDI Perjuangan Emir Moeis menilai ada ruang hilang di tengah-tengah masyarakat terkait kontestasi politik akhir-akhir ini.

Karena itu, Emir menyarankan Indonesia harus kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dengan menganut sistem ketatanegaraan sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan dan demokrasi sesuai Pancasila.

BACA JUGA: Begini Seruan PMKRI Jelang Putusan Sengketa Pilpres di MK

“Perkembangan akhir-akhir masyarakat terpecah dua jadi 01 dan 02. Bukan hanya masyarakat, daerah-daerah juga terpecah menjdi daerah 01 dan 02. Daerah yang tidak menerima calonnya kalah mengancam mau memisahkan diri,” kata Emir Moeis saat dihubungi, Rabu (26/6).

BACA JUGA : Orator Massa Aksi Kawal MK: Besok Datang Lagi, Bawa Rekan Lainnya, Jangan Sampai Menyesal

BACA JUGA: Ini Alasan Prabowo - Sandiaga Bakal Absen di Sidang Sengketa Pilpres

Menurut Emir, apa pun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) besok, takkan menyelesaikan masalah bangsa.

“Ini semuanya karena selama ini telah terjadi salah urus dalam bernegara. Satu-satunya cara untuk membereskan hal ini adalah kita kembali ke UUD 1945,” kata dia.

BACA JUGA: Ingat ! Polisi Tegaskan Tak Boleh Ada Aksi di Gedung MK

Emir yang merupakan anggota DPR sejak 1999 hingga 2014 ini mengaku menjadi pelaku dalam amandemen UUD 1945.

Selama proses amandemen itu, Emir melihat banyak dilakukan oleh orang-orang yang tidak berpengalaman, yang tidak mendalami perjuangan negara bangsa ini sebagaimana founding father.

Menurut politikus yang saat-saat Reformasi dulu mendukung utama gerakan Pro-Meg (pendukung Megawati Soekarnoputri saat melawan Orde Baru), saat proses amandemen di DPR dulu banyak juga agen-agen dari kedutaan besar asing berkeliaran di gedung parlemen, apalagi menjelang sidang istimewa.

“Sudah waktunya kita kembali ke UUD 1945, dengan demokrasi sesuai Pancasila, agar tercipta stabilitas politik dan keamanan,” kata Emir.

BACA JUGA : Kubu Prabowo: Jika Kecurangan Disahkan, Putusan MK jadi Persoalan

Merujuk pada 5 Juli 1959 saat Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan Indonesia kembali ke UUD 1945.

Menurut Emir, saat itu negara sedang gencar-gencarnya menganut sistem liberalisme, kapitalisme, dan demokrasi parlementer, yang terus-menerus memicu jatuh-bangunnya kabinet.

Sistem politik dan keamanan yang tidak stabil membuat pembangunan infrastruktur terhenti dan memicu instabilitas ekonomi yang luar biasa.

“Sejak kembali ke UUD 1945, pemberontakan-pemberontakan dan gerakan separatis seperti DI/TII dan PRRI/Permesta berhasil dipadamkan,” katanya.

Indonesia juga mulai memunculkan pembangunan-pembangunan infrastruktur, mulai dari pembangunan pabrik baja, pabrik semen, sampai instalasi atom.

Juga membangun jalan Jakarta By Pass, Jalan Lintas Sumatera, dan Jalan Lintas Kalimantan walaupun memang masih dalam tahap awal.

Indonesia bahkan sanggup menggelar pesta olahraga se-Asia dan membangun stadion utama yang dikenal sekarang sebagai Gelora Bung Karno. Juga hotel-hotel internasional mulai bermunculan.

Yang terpenting dari segalanya adalah kembalinya Irian Barat ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Itu pidato dan konsep Bung Karno setengah abad yang lalu masih relevan untuk digunakan sekarang, yakni kembali lagi ke UUD 1945 yang seutuhnya,” kata Emir. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Prabowo Tak Persoalkan MK Percepat Sidang Putusan Sengketa Pilpres


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler