Ustaz Mahfuz Dukung Ikhtiar Prof Yusril Terus Persoalkan PT

Selasa, 01 Mei 2018 – 02:02 WIB
Politikus PKS Mahfuz Sidik. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra bakal kembali menggugat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lagi-lagi yang akan dipersoalkan ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu melalui judicial review (JR) adalah ketentuan presidential threshold (PT) 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah hasil Pemilu 2014.

Dukungan untuk Yusril pun mengalir. Salah satunya dari mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS Mahfuz Sidik.

BACA JUGA: Yakinlah, Anis Matta Kian Mencuat Meski Terus Dihambat

“Saya mendukung upaya JR atas ketentuan presidential threshold 20 persen yang diajukan Prof Yusril,” ujar Mahfuz melalui pesan singkat, Selasa (1/5) dini hari.

Lebih lanjut Mahfuz menjelaskan argumennya sehingga mendukung upaya Yusril menggugat presidential threshold. Pertama, katanya, ada kontradiksi yang berkelanjutan antara partai yang sudah ikut pemilu sebelumnya dengan partai yang baru.

BACA JUGA: Tinggalkan Gerindra demi PBB, Nyalla Punya Tugas Khusus

“Sementara partai baru bisa dipastikan akan muncul pada setiap pemilu. Ini (presidential threshold, red) menjadi diskriminasi hak,” ulas legislator PKS yang karib disapa dengan panggilan Ustaz Mahfuz itu.

Alasan kedua, kata Mahfuz, pemberlakuan presidential threshold memaksa partai-partai berkoalisi hanya demi memenuhi syarat minimal 20 persen kursi DPR dari hasil Pemilu 2014 sehingga bisa mengusung calon presiden untuk Pemilu 2019. “Jadi formasi koalisi bukan karena persamaan visi dan agenda,” sebutnya.

BACA JUGA: Lebih Baik Mengganti Presiden PKS sebelum Melawan Jokowi

Alasan ketiga adalah penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun depan yang digelar secara bersamaan. Menurut Mahfuz, pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang digelar serentak sama saja menutup peluang partai yang tidak memiliki capres atau cawapres.

“Karena efek elektoral hanya akan dinikmati oleh partai yang mengusung capres atau cawapresnya. Jadi sifat diskriminatif sangat kuat di aturan ini, dan itu bertabrakan dgn prinsip demokrasi,” pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Elite PPP Anggap Pernyataan Yusrli Sarat Kepentingan


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler