UU Penyiaran Harus Bersifat Spesialis

Jumat, 21 Oktober 2011 – 15:30 WIB
JAKARTA - Mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Undang-Undang Penyiaran, Paulus Widyatmo menegaskan revisi UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran hendaknya dibahas dalam semangat kebersamaan untuk menjadikan UU tersebut sebagai UU spesialis.

"Revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran hendaknya dilakukan dalam semangat kebersamaan untuk menjadikan undang-undang tersebut bersifat spesialis," kata Paulus Widyatmo, dalam diskusi bertema 'Mahkamah Konsitusi dan Masa Depan Penyiaran Indonesia', di press room DPR, Senayan Jakarta, Jumat (21/10).

Pentingnya menggiring UU tentang penyiaran menjadi UU bersifat spesialis, kata Paulus Widyatmo, untuk meminimalisir multi-tafsir terhadap UU tersebut guna memonopoli hak-hak penyiaran di satu tangan atau pihak-pihak tertentu saja.

Dikatakan, jika DPR dalam merevisi UU tersebut gagal menjadikannya sebagai UU bersifat spesialis, maka pihak-pihak tertentu dengan sangat mudah bisa menggunakan UU tentang permodalan sebagai dasar untuk membangun monopoli penyiaran.

Paulus Widyatmo menyebutkan beberapa kasus monopoli atau pemusatan hak-hak penyiaran dengan cara menggunakan UU Permodalan di antaranya dilakuan oleh grup MNC yang menguasai tiga stasiun televisi (RCTI, Global TV dan MNC TV)Kemudian penguasaan oleh grup Emtex terhadap SCTV, Indosiar, dan O Channel serta pemusatan oleh TV-One dan Anteve oleh grup Visi Media Asia.

"Begitu juga dalam hal penyiaran radio

BACA JUGA: TVRI Dinilai Gagal

Kelompok MNC juga menguasai Sindo Radio, V Radio, Global Radio dan Radio Dangdut Indonesia
Sementara kelompok JDFI menguasai radio Prambors, Delta FM, Female Radio, Bahana dan Kayu Manis

BACA JUGA: MA Evaluasi Vonis Bebas Koruptor

Sedangkan grup MRA menguasai Radio Hard Rock, I Radio, Cosmopolitan Radio, Traxx dan Brava Radio," imbuhnya.

Ditegaskan Paulus Widyatmo, Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2002 secara tegas satu badan hukum apapun di tingkat manapun atau perseorangan tidak boleh memiliki lebih dari 1 izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi yang berlokasi di satu provinsi.

Bahkan pada Pasal 34 ayat (4) UU penyiaran menegaskan bahwa segala bentuk pemindahtanganan IPP dan penguasaan/kepemilikan lembaga penyiaran dengan cara dijual, dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain di tingkat manapun bertentangan dengan UU Penyiaran, tambahnya.

Terakhir, Paulus Widyatmo, juga menegaskan bahwa Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) telah mengajukan permohonan uji materi terhadap tafsir Pasal 18 ayat (1), Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dan uji materi pasal-pasal tersebut terhadap Pasal-pasal 28 D, 28 F dan 33 ayat (3) UUD 1945.

"Upaya tersebut ditempuh KIDP menyusul penafsiran sepihak oleh Badan Hukum/perseorangan terhadap Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran, demi kepentingan dan keuntungan sekelompok pemodal atau orang tertentu saja," tukasnya
(fas/jpnn)

BACA JUGA: Dirut PLN Sementara Dipegang Dua Direks

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Koruptor Divonis Bebas, KY Minta MA Bersikap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler