jpnn.com - JAKARTA - Undang-Undang Tax Amnesty dinilai mengandung permufakatan yang tak baik, sejak awal proses penyusunan.
Karena pada awalnya diarahkan untuk mengampuni dosa-dosa koruptor dan diduga lahir sebagai barter terhadap batalnya revisi terhadap UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: Akhir Desember, Hang Nadim Bisa Tampung 28 Pesawat
"Jadi sejak awal kami melihat ada itikad tidak baik," ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Rabu (31/8).
Selain pemufakatan tak baik, kehadiran undang-undang ini kata Dahnil, pada paraktiknya juga dinilai malah memberatkan masyarakat dan pengusaha kecil menengah.
BACA JUGA: Utang Bersih Adaro Berkurang 36 Persen
Sangat bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo, bahwa undang-undang dimaksudkan untuk menyasar para pengemplang pajak yang notabene merupakan pengusaha besar.
"Saya atas nama PP Pemudah Muhammadiyah menduga Pak Jokowi tak memahami secara detail (UU Tax Amnesty,red). Karena fakta di lapangan, yang merasa terancam justru mereka yang patuh bayar pajak, terutama kelompok usaha kecil dan menengah," ujar Dahnil.
BACA JUGA: Belum Temukan Cara, Pemangkasan Harga Gas Industri Tertunda
Menurut Dahnil, presiden tidak tahu secara detail, karena laporan yang disampaikan anak buahnya di tingkat operasional, berbeda dari pemahaman yang dimaksudkan dari kelahiran UU Tax Amnesty.
"Karena itu kami putuskan, akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Namun langkah tersebut baru akan kami lakukan setelah melihat terlebih dahulu hasil dari judicial review yang diajukan (kelompok lain,red) ke MK," ujar Dahnil. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Alokasi Anggaran Untuk Malut Dipangkas Rp 892 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi