JAKARTA - Dissenting opinion (pendapat berbeda) dari dua hakim majelis pengadilan Tipikor yang memvonis Panda Nabanan, dinilai sebagai bukti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak punya bukti kuat untuk membuktikan keterlibatan politisi senior PDI Perjuangan itu dalam kasus travellers cheque pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI).
Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, Eva Kusuma Sundari, menilai dissenting opinion dari dua hakim Pengadilan Tipikor yang menganggap tidak semestinya Panda Nababan dihukum, semakin menguatkan bahwa kasus tersebut memang lemah konstruksi hukumnya, "Dari putusan hakim Tipikor yang terbelah itu kita paham bahwa kasus ini tidak kuatDua hakim memberi dissenting kan mencerminkan bahwa keputusan tadi tidak bulat," ujar Eva saat dihubungi, Rabu (22/6) malam.
Eva yang menyaksikan langsung pembacaan putusan atas Panda Nababan itu menambahkan, dissenting opinion itu tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan JPU KPK dalam mengonfirmasi penyuap
BACA JUGA: Anas Pilih Bungkam Soal Nazaruddin
Putusan yang jauh di bawah tuntutan JPU, katanya, juga mencerminkan kelemahan pembuktian oleh JPUDipaparkannya pula, putusan majelis yang menyebut Panda bersama terdakwa lainnya yaitu Engelina Pattiasina, M Iqbal dan Budiningsih melakukan korupsi secara bersama-sama, juga lemah
BACA JUGA: Bonaran Yakin Menang
"Unsur melawan hukum dan memperkaya dirinya di mana? Dan bagaimana pula unsur kerugian negaranya?" ulas politisi PDI Perjuangan yang dikenal kritis ituTapi karena akhirnya Panda tetap diputus bersalah, Eva pun mencurigai bahwa kasus tersebut tak lebih sebagai upaya KPK untuk menggenjot pencitraan
BACA JUGA: MK Sidangkan Hasil PSU Pemilukada Tebo
"Pantas kita curiga bahwa ini proyek pencitraanSebagai kompensasi atas mandegnya kasus-kasus besar dan serius lainnya," ucapnyaSeperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Eka Budi Prijanta, pada persidangan yang digelar kemarin (22/6) menyatakan bahwa Panda Nababan terbukti bersalah karena menerima suap pemilihan DGS BI Juni 2004 yang dimenangi Miranda GultomKarenanya, majelis menjatuhkan hukuman dengan pidana penjara 17 bulan plus denda Rp 50 juta. Hukuman serupa juga dijatuhkan kepada tiga terdakwa lainnya
Namun majelis yang terdiri dari empat hakim anggota dan satu hakim ketua itu tidak bulat dalam menjatuhkan putusan atas PandaSebab, dua hakim anggota yaitu Made Hendra dan Andi Bachtiar menyampaikan dissenting opinion khusus tentang posisi Panda dalam kasus tersebut.
Menurut dua hakim ad hoc itu, tidak ada bukti kuat tentang waktu dan tempat bahwa Panda menerima TC BII dari Dudhie Makmun Murod usai pemilihan DGS BI, Juni 2004 yang dimenangi Miranda Gultom"Tidak ada alat bukti yang menunjukkan keterlibatan terdakwa satu (Panda Nababan)Tidak ada fakta hukum terkait travellers cheque BII," ujar Made Hendra.
Ada pun Andi Bachtiar berpendapat, penuntut umum tidak mampu menunjukan bukti terkait pertemuan antara Panda dengan Dudhie untuk penyerahan travellers cheque BII"Karenanya terdakwa satu (Panda Nababan) harus dibebaskan dari dakwaan JPU dan dibersihkan nama baiknya," ucap Andi.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan DPR Setuju Hakim Arsyad Dipanggil
Redaktur : Tim Redaksi