Wakil Rakyat Tak Lagi Merakyat

Survei Formappi : Mayoritas Responden Lupa Siapa Wakilnya di DPR

Rabu, 23 Maret 2011 – 06:16 WIB

JAKARTA - Ini warning serius bagi segenap anggota dewan, terutama DPR yang mengaku wakil rakyatSurvei terbaru Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menemukan kalau 72 persen respondennya tidak ingat siapa wakilnya di DPR

BACA JUGA: Pimpinan DPR Pastikan Tak Proses PAW Gus Choi-Lily

Bahkan, 93 persen responsen mengaku tidak merasa terwakili oleh DPR.
 
"Terdapat gejala kesenjangan hubungan antara anggota DPR dan konstituen," kata Koordinator Formappi Sebastian Salang di Kantornya, Jalan Matraman Raya, Jakarta Pusat, Selasa (22/3).
 
Survei Formappi ini dilaksanakan pada 13 Januari sampai 7 Februari 2011 dengan metode proporsional random sampling
Sekitar 564 responden yang tersebar di Jakarta Selatan dan Jakarta Utara dipilih secara acak lalu diwawancara secara tatap muka.
 
Di antara responden yang terjaring, sebanyak 93 persen termasuk yang menggunakan hak pilihnya saat pemilu 2009

BACA JUGA: Daftar Hakim Agung, Gayus Lumbuun Siap Tinggalkan Senayan

"Meskipun hanya survei di Jakarta, kami kira ini parameter penting," ujar Sebastian.
 
Menurut dia, ditemukannya 72 persen responden yang tidak ingat siapa wakilnya di DPR cukup memprihatinkan
Padahal, anggota DPR mendapat jatah empat kali masa reses setiap tahun untuk bertemu dan menjelaskan kinerjanya kepada pemilih.
 
Fenomena ini, kata Sebastian, mengindikasikan kurangnya intensitas hubungan antara anggota DPR dan konstituen

BACA JUGA: SMS Laode ke SBY Dinilai Menggelikan

"Ini juga membuktikan banyak anggota DPR bukan tokoh masyarakat  dan masyarakat tidak mau mengingat siapa wakilnya karena tidak ada manfaat," katanya.
 
Sebastian menambahkan begitu besarnya persentase responsen yang tidak merasa terwakili oleh DPR menggugurkan klaim DPR selama ini sebagai wakil rakyat"Ternyata ada kesenjangan yang sangat dalam antara apa yang disuarakan DPR dan apa yang menjadi keprihatinan responden," kritik Sebastian.
 
Dia menyarankan agar para anggota DPR lebih mendekatkan diri dengan rakyat yang menjadi basis konstituennyaSelain itu, DPR juga harus memperbaiki kinerja kolektifnya.
 
"Hanya dengan cara ini, fungsi mereka dalam mewakili dan memperjuangkan aspirasi rakyat benar "benar bisa dirasakan manfaatnya," tegas Sebastian.
 
Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan temuan Formappi dalam konteks tertentu ada benarnyaTapi, menurut dia, munculnya gejala itu karena para anggota DPR memang tidak punya ruang yang nyata untuk memperjuangkan berbagai aspirasi konstituennyaMulai soal jembatan, jalan, sampai beasiswa bagi anak yang tak mampu.
 
"DPR punya hak bujetTapi, sifatnya hanya membahas RAPBN, menyetujui atau tidak menyetujuiDPR tidak bisa mengusulkan proyek secara rillSemuanya disiapkan pemerintahKalau saya sebagai warga negara, saya pun akan merasa sebenarnya siapa yang mewakili saya," ujarnya.
 
Marzuki membenarkan setiap anggota DPR dijatah empat kali reses dalam setahunSetiap reses, mereka dibekali anggaran sekitar Rp 20 juta-Rp 30 juta per orang tergantung lokasi dapilnyaSaat reses itulah, para anggota dewan bertemu dan mendengar aspirasi dari konstituen

Tapi, Marzuki menyebut anggaran reses itu sebenarnya tidak mencukupi"Saya ini sekali pertemuan bisa habis sampai Rp 100 jutaJadi, selalu nombok," kata Marzuki yang terpilih dari dapil DKI Jakarta III yang meliputi Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu.
 
Pengeluaran yang cukup tinggi itu di antaranya untuk sewa tempat, konsumsi, sampai uang transport sekitar Rp 100 ribu per orangPadahal, dalam sekali pertemuan setidaknya dia mendatangkan 500 peserta"Masyarakat kalau nggak ada apa-apanya mendingan cari uang," katanya.
 
Lebih jauh Marzuki menyayangkan matinya ide dana aspirasi akibat terlanjur dicitrakan sangat negatif sebagai perampokan uang rakyatPadahal, kata Marzuki, para anggota dewan justru ingin memperjuangkan kebutuhan dan aspirasi rakyat yang menjadi konstituennya melalui mekanisme resmi yang ada.
 
"Rencana dana aspirasi itu maksudnya untuk membuka ruang itu, bentuknya bukan uang, tapi programMisalnya, konstituen saya di dapil perlu jembatan atau anak sekolah perlu beasiswa, saya rekomendasikan melalui dinas "dinas, diperjuangkan sampai masuk APBN dan diketok DPR," tutur Marzuki.
 
Saat ini, sebagian anggota dewan mengeluarkan uang pribadinya untuk memenuhi permintaan atau membantu kesulitan konstituenTapi, jumlahnya tidak besar, karena faktor kemampuan yang relatif terbatas"Kami ini berkoar "koar dalam raker dengan menteri, tapi apa yang (konkrit) bisa kita dapatkan untuk konstituen," katanya(pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Bupati Gugat ke MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler