jpnn.com, BLITAR - Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar mengakui keberadaan makam Bung Karno di kotanya adalah berkah buat Blitar. Kediaman terakhir Presiden pertama RI itu telah memberi potensi ekonomo bagi masyarakat Blitar hingga saat ini.
“Bayangkan, kalau dirata-rata, ada 2.500-3000 orang yang berkunjung ke makam Bung Karno tiap hari saat ini. Inilah potensi ekonomi yang riil dari kehadiran Bung Karno. Bagi masyarakat Blitar, Bung Karno ada dan hidup bersama mereka hingga saat ini,” kata Samanhudi, jelang Perayaan Hari Lahir Pancasila 1 Juni di Blitar, Rabu (31/5) malam.
BACA JUGA: Novanto: Saya Indonesia, Saya Pancasila!
Karena itu, selama Juni, berbagai kegiatan terkait Pancasila dan Bung Karno selalu digelar di Blitar. Tidak ada lagi ketakutan dan kesulitan mendapat izin. Tak harus dijaga oleh aparat keamanan dalam jumlah besar. “Kami warga NKRI yang cinta damai. Kami Indonesia dan beragama. Tidak saling membeda-bedakan,” ujarnya.
Samanhudi menyampaikan rasa bangga dan senang kini Perayaan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni diperingati secara nasional. Dia bercerita, pada saat dia bersama dua orang temannya, Adreas Edison dam Bagus Putu Parto, 18 tahun lalu, merayakan Hari Lahir Pancasila di Kota Blitar, tidak banyak warga yang tertarik mengikutinya.
“Kisahnya dulu sedih. Yang ikut sedikit, aparat yang jaga bisa dua kali lebih banyak dari jumlah warga,” ujar Samanhudi.
Pada waktu itu, kenangnya, banyak warga yang mau ikut ambil bagian dalam acara yang digelarnya, tetapi hanya melihat dari jendela rumah karena takut. “Kami sudah tiap tahun merayakan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Bulan Juni adalah bulan Bung Karno,” tegasnya.
Andreas Edison dam Bagus Putu Parto adalah seniman, sementara Samanhudi Anwar sendiri merupakan aktivis mahasiswa yang kemudian bergabung dengan Partai Demokrassi Indonesia (PDI) Perjuangan.
BACA JUGA: Merunut Kembali Sejarah Pancasila 1 Juni
Andreas dan Bagus, katanya, sengaja dia gandeng tahun 1999 agar perayaan Hari Lahir Pancasila bisa dipadukan dengan unsur seni dan budaya. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian adat.
“Kami bikin upacara dengan pakaian Gatot Kaca atau pakaian zaman Kerajaan Majapahit. Itu kami buat untuk menarik masyarakat. Kan jadi pertunjukan seni. Sekarang saya sangat senang. Bangga. Ini sudah diperingati secara nasional. Sebagai seorang nasionalis, saya sangat bahagia,” tegasnya.
Sementara itu, malam ini, ribuan warga Kota Blitar memadati alun-alun kota untuk melakukan pawai lampion menuju makam Bung Karno. Pawai tersebut untuk mengiringi Gulungan Lima, Pancasila. Warga mengenakan pakaian adat Jawa dan berbagai macam busana lainnya. (adk/jpnn)
BACA JUGA: Mbak Puan: Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk Memajukan Bangsa
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dulu Nenek Ini Cantik, Mengalungkan Bunga untuk Bung Karno
Redaktur & Reporter : Adek