Warga Ngotot Tolak Rp 220 Ribu per Meter Persegi

Jumat, 24 Februari 2017 – 00:06 WIB
Pembangunan jalan tol. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Masalah ganti rugi lahan tol Semarang-Batang hingga kini belum beres.

Warga Desa Wungurejo dan Desa Tejorejo, Kecamatan Ringinarum, Kendal, Jateng, menyampaikan kekecewaan dan penolakan mereka atas putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang mengembalikan harga ganti rugi lahan tol Semarang-Batang, menjadi Rp 220 ribu per meter persegi.

BACA JUGA: Ganti Rugi Jalan Tol Rp 220 Ribu per Meter, Warga Emosi

Adanya keputusan tersebut, warga bertekad akan tetap bertahan dan menggarap lahan pertaniannya.

Warga menilai harga tersebut sangat tidak manusiawi dan adil, karena tidak mensejahterakan rakyat.

BACA JUGA: Proyek Tol, Tiga Warga Minta Rp 1,5 Juta Per Meter

Harga tersebut sangat rendah bila dibanding Desa Rawabranten yang merupakan tetangga desa mereka, dengan harga ganti rugi Rp470 ribu per meter persegi.

Terhadap putusan Kasasi, perwakilan warga Wungurejo, Syamsudin, mengatakan, pihaknya bersama warga lainnya akan melakukan penolakan dan tetap akan menggarap lahan pertanian mereka.

BACA JUGA: Hamdalah, Ganti Rugi Miliaran dari Waduk Terbayarkan

Sebab, sebagian besar warga bekerja sebagai petani. Pihaknya juga telah mengajukan permasalahan itu ke Pemda maupun wakil rakyat. Namun, belum mendapatkan solusi yang memuaskan warga.

"Kami tetap akan bertahan dan menggarap lahan seperti biasa, walaupun putusan Kasasi telah keluar," ujarnya, seperti diberitakan Radar Pekalongan (Jawa Pos Group).

Menurut Syamsudin, keseluruhan lahan yang dilalui proyek tol tersebut, sepenuhnya berupa area pertanian.

Di Desa Wungurejo lahan yang terkena proyek sebanyak 89 bidang milik 200 warga.

Ditambahkannya, mereka sebenarnya mendukung pembangunan jalan tol. Namun, mereka bisa menerima jika ganti rugi yang diberikan layak dan sesuai.

"Dengan ganti kerugian berdasarkan Kasasi tersebut, kami tidak bisa membeli lahan pengganti. Sebab, harga sawah sekarang telah mencapai Rp300 ribu per meter persegi. Sementara di Desa Rawabranten nilai ganti kerugian mencapai Rp470 ribu, padahal sama-sama lahan pertanian," ujarnya, yang lahannya seluas 1.700 meter persegi terkena proyek tersebut.

Dikatakan, harga Rp220 ribu per meter persegi merupakan penaksiran tim apraisal pada Oktober 2015.

Warga yang tidak puas kemudian melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Kendal dan oleh pengadilan diputuskan harga ganti kerugian Rp350 ribu per meter persegi.

"Namun, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) justru mengajukan Kasasi ke MA, sehingga harga kembali turun menjadi Rp220 ribu. Jika dulu P2T melaksanakan putusan PN Kendal, harusnya pembangunan tol tidak akan serumit dan selama ini," paparnya.

Terpisah, warga Tejorejo, Sukis mengungkapkan lahan di desanya yang dilalui tol sebanyak 30 bidang.

Menurut Sukis, desanya bersama dengan Desa Wungurejo menjadi pilot project pengadaan lahan karena merupakan wilayah pertanian. Namun, kenyataannya ganti kerugian yang diberikan tidak sesuai harapan.

Tidak hanya itu, Sukis menyampaikan bahwa waktu proses musyawarah, warga tidak diperkenan menyampaikan aspirasi. P2T justru mempersilahkan warga agar mengajukan gugatan ke pengadilan.

"Ketika kami mengajukan gugatan ke PN Kendal diputuskan harga tanahnya Rp350 ribu per meter persegi. Kami sebenarnya menerima harga tersebut, namun P2T justru melakukan Kasasi ke MA. Sehingga nilai ganti kerugian diputuskan kembali menjadi Rp220 ribu pern meter persegi," ucapnya. (yog)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alhamdulilah, Ganti Rugi Waduk Tukul Terbayarkan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler