jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah berupaya memberantas peredaran obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).
Kepala Badan POM RI Penny K Lukito mengatakan sejauh ini BPOM mengeluarkan public warning terhadap 1.094 produk obat tradisional dan suplemen kesehatan karena mengandung BKO.
BACA JUGA: Anggota Komisi Kesehatan: Vaksin Kedaluwarsa Dibuang Saja, Ganti yang Halal
Peredaran obat tradisional yang mengandung BKO sendiri menimbulkan dampak negatif pada sisi ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.
"Dari sisi ekonomi, peredaran produk mengandung BKO ini dapat merugikan produsen obat tradisional yang legal karena timbul persaingan yang tidak sehat dan juga peningkatan biaya kesehatan masyarakat akibat efek samping yang timbul," kata Penny dalam siaran pers, Selasa (5/4).
BACA JUGA: Dorong Potensi UMKM, Bea Cukai Lakukan Hal ini
"Dari sisi hukum, jika tidak dilakukan penindakan maka berpotensi menimbulkan dampak ketidakpastian hukum terhadap peredaran obat tradisional mengandung BKO," sambung Penny.
Adapun dari sisi sosial, masyarakat bisa resah akibat adanya bahaya terhadap kesehatan.
BACA JUGA: Rumah Rakyat yang Dibiayai BTN 100 Persen Menggunakan Produk Dalam Negeri
Sementara dari sisi budaya, peredaran obat tradisional mengandung BKO itu bisa menurunkan penggunaan/konsumsi dan citra jamu sebagai national heritage Indonesia.
Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM pada 2021, terdapat 64 produk (0,65%) dari total 9.915 produk obat tradisional yang telah disampling dan diuji diketahui mengandung BKO.
BKO yang paling banyak ditambahkan pada obat tradisional, yaitu Sildenafil Sitrat dan turunannya (obat tradisional stamina pria), Parasetamol (obat tradisional pegal linu), Tadalafil (obat tradisional stamina pria), Deksametason (obat tradisional pegal linu), dan Sibutramin hidroklorida (obat tradisional pelangsing).
"Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, tetapi bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat," ujar Penny.
Menurut Penny, penanganan kasus obat tradisional mengandung BKO itu bakal lebih optimal jika dilakukan secara sinergis dan terintegrasi bersama semua pemangku kepentingan.
"Integrasi tersebut dilakukan melalui tiga strategi integrasi, yaitu integrasi pelaksana program, bentuk program, dan tempat pelaksanaan program," ujar Penny.
Penny menjelaskan integrasi pelaksana program meliputi program yang dilakukan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, media, dan komunitas masyarakat.
"Integrasi bentuk program meliputi program pembinaan terhadap UMKM yang memiliki keterbatasan, kapasitas pengawasan agar pelaku usaha tetap memenuhi ketentuan, penindakan terhadap pelaku tindak pidana, dan pemberdayaan masyarakat," kata Penny.
Adapun integrasi tempat pelaksanaan program pada beberapa wilayah, disesuaikan dengan kondisi spesifik daerah masing-masing.
Penny mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan tidak menggunakan produk obat tradisional serta suplemen kesehatan yang masuk dalam daftar public warning.
Masyarakat juga diimbau untuk selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Selain itu, pastikan kemasan dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada label, pastikan produk memiliki Izin edar Badan POM, dan belum melebihi masa kedaluwarsa. (cr1/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara Bea Cukai Dorong Produk UMKM untuk Bisa Bersaing di Pasar Internasional
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dean Pahrevi