Waspadai Emiten Baik Sekadar Kosmetik

Rabu, 20 April 2011 – 09:19 WIB
JAKARTA - Tidak sedikit emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih giat mengelola persepsi atau sekadar kosmetik agar terkesan baikInvestor agar lebih cermat menilai hal itu karena belum tentu komitmen dan kesehatan emiten tersebut sesuai dengan yang dicitrakan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Praktisi Manajemen Resiko (APMR), Deddy Jacobus, mengatakan indikator dari hal tersebut terlihat dari riset yang dilakukan perusahaan Risk Management, Reinsurance, dan Human Capital Consulting, AON Corporation, pada 2010 dan 2011

BACA JUGA: Telkom Buyback Rp 3 Triliun

"Hasil risetnya kurang lebih sama," ujarnya, kemarin (19/4).

Hasilnya adalah bahwa rata-rata beberapa perusahaan yang menjadi responden di Indonesia dari total 200 responden perusahaan global, levelnya masih jauh dari harapan
"Rata-rata perusahaan kita ini baru level satu dan dua yaitu Inisiasi dan Involving dari lima level yang ada

BACA JUGA: Laba BABP Melesat berkat Tiga Pilar

Perusahaan luar sudah banyak yang sampai level 5 atau advance," paparnya.

Riset tersebut melakukan pengukuran secara keseluruhan berkaitan dengan kesehatan perusahaan baik itu budaya kerja, keuangan, komitmen, termasuk manajemen antisipasi resiko.

Deddy mengatakan, perusahaan di Indonesia juga masih banyak yang mengedepankan market perception dengan "menjual" market value perusahaan, tetapi menyembunyikan intrisik (real) value
"Padahal seharusnya keduanya diperlihatkan dan harus terbukti sesuai bahwa intrisik value dan market valuenya memang sangat baik," ungkapnya.

Yang terjadi, lanjut Deddy, banyak perusahaan yang mengacuhkan intrisik value dan mengejar market value demi dan atas tuntutan investor

BACA JUGA: Keruk Laut, Pelindo II Siapkan Rp 125 M

"Banyak logika perusahaan yang akhirnya terbalikSeperti perusahaan penerbangan, misalnya, seharusnya kan dia mengedepankan safety dan layanan dulu maka revenue akan ikut tumbuhTetapi yang terjadi, demi meyakinkan investor, revenue dikejar dengan membabibuta dan gelap mata, menghalalkan berbagai cara," paparnya.

Dalam kondisi seperti itu, Deddy menilai bahwa hanya tinggal menunggu waktu saja maka perusahaan tersebut akan mengalami penurunan"Lehman and Brothers itu kan sudah menjadi contoh kuat," imbuhnya.

Ketua Umum APMR, Ridwan Zachrie, mengatakan pihaknya akan terus berupaya sosialisasi pentingnya risk management bagi setiap perusahaan, terutama perusahaan terbuka karena menyangkut kepentingan investor"Sejauh ini, manajemen resiko di listed company memang sudah ada, tetapi belum bersifat?enterprise risk management," ulasnya.

Pihaknya juga akan mencoba bersinergi dengan regulator pasar modal karena kewenangan sejauh ini baru sampai tahap identifikasi dan himbauan terkait adanya resiko manajemen pada perusahaan"Untuk sampai intervensi itu memang belum bisaTinggal mau atau tidak regulator menjadikan hal ini sebagai mandatory bagi semua perusahaan," terangnya(gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Holcim Tingkatkan Produksi hingga 10 Juta Ton


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler