Waspadai Gejolak Rupiah-Suku Bunga

Rabu, 20 Agustus 2014 – 05:51 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Indonesia boleh saja berbangga dengan prospek pertumbuhan ekonomi 2015 yang diproyeksi lebih tinggi ketimbang tahun ini. Namun, semua pihak mesti waspada pada potensi gejolak suku bunga dan nilai tukar rupiah yang bisa berimbas ke seluruh sektor bisnis, termasuk masyarakat.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, risiko terbesar yang harus dimitigasi dengan cermat adalah rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga.

BACA JUGA: Ombudsman Persoalkan Larangan SPBU di Tol Jual BBM Subsidi

"Dampak kebijakan itu akan memengaruhi perekonomian global secara luas, termasuk Indonesia," ujarnya di kantor Kementerian Keuangan kemarin (19/8).

Menurut Chatib, kebijakan AS tersebut bakal menimbulkan rentetan imbas hingga ke Indonesia. Dia menyebutkan, kenaikan suku bunga di AS akan mendorong dana-dana asing yang selama ini berada di emerging market seperti Indonesia kembali ke AS. "Hal itu akan memberikan tekanan pada rupiah," katanya.

BACA JUGA: APBN 2015 Tak Direvisi, Jokowi-JK Bakal Sulit Realisasikan Visi Misi

Ekonom yang juga mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu memprediksi, Bank Indonesia (BI) mengambil kebijakan seperti yang dilakukan sebelumnya.

Yakni, mengerek suku bunga acuan BI rate lebih tinggi dari level saat ini 7,5 persen. "Kalau BI rate naik, biasanya akan langsung direspons perbankan," ucapnya.

BACA JUGA: Tol Laut Butuh Industri Pelabuhan yang Efisien

Kenaikan suku bunga perbankan itu, lanjut Chatib, berpotensi terjadi pada suku bunga kredit dan simpanan. Naiknya bunga simpanan sebenarnya mulai terjadi saat ini karena makin ketatnya likuiditas perbankan. Akibatnya, bank berebut dana nasabah dengan menawarkan suku bunga tinggi. "Bahkan, ada bank yang berani offer (menawarkan) bunga sampai belasan persen," ujarnya.

Sementara itu, kenaikan suku bunga kredit akan membuat pelaku usaha menahan ekspansi karena harus mengalkulasi ulang perhitungan bisnisnya. Karena itu, laju investasi pun diperkirakan terpengaruh. "Ini harus diantisipasi dari sekarang," katanya.

Ekonom yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, selain ke pelaku usaha, kenaikan suku bunga kredit akan langsung berdampak pada masyarakat yang saat ini memiliki kredit konsumsi.

Misalnya kredit pemilikan rumah (KPR) maupun kredit pemilikan kendaraan bermotor. "Bank biasanya cepat menaikkan suku bunga (mengikuti BI rate), tapi agak lambat menurunkannya kembali," ujarnya.

Selain beban angsuran yang kian berat bagi masyarakat, naiknya suku bunga kredit harus diwaspadai perbankan karena berpotensi memicu kredit macet atau non-performing loan (NPL). "Intinya, situasi ekonomi masih rentan gejolak. Jadi, semua harus lebih hati-hati dalam melangkah," katanya. (owi/c17/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Kegagalan Karen Pimpin Pertamina


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler