jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, Belt Road Initiative (BRI) akan memberikan dampak pada sektor perdagangan dan industri Indonesia.
BRI dari segi perdagangan dan industri merupakan investasi Tiongkok dalam bentuk infrastruktur di Jalur Sutra.
BACA JUGA: Trump Ancam Hajar Tiongkok Lebih Keras Lagi
Tiongkok sendiri merupakan mitra dagang utama Indonesia. Frekuensi perdagangan antara kedua negara ini tertinggi di antara mitra dagang lain, yakni USD 72,6 miliar pada 2018.
BACA JUGA: Jika Negosiasi Ekspor CPO Mentok, Indonesia Siap Boikot Produk Uni Eropa
BACA JUGA: AS dan Tiongkok Perang Dagang Lagi, Ini Barang-Barang yang Harganya Bakal Melambung
Komoditas utama yang diimpor Indonesia dari Tiongkok adalah peralatan elektronik, mesin, dan besi baja.
BACA JUGA: Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas
Sementara itu, komoditas yang diekspor Indonesia adalah produk sawit dan batu bara.
Dari sektor industri, kawasan ekonomi khusus (KEK) yang cukup pesat perkembangannya di Indonesia saat ini adalah KEK Morowali.
Daerah itu menjadi pusat hilirisasi nikel terbesar di Indonesia. Kontribusi tersebut tidak terlepas dari Tiongkok dan BRI-nya.
Bukan hanya perusahaan, tenaga kerja asing juga berasal dari Tiongkok. Namun, tidak semua KEK perkembangannya baik. Salah satunya KEK Sei Mangkei yang fokus pada hilirisasi sawit.
’’Namun, tentu perlu waspada bahwa hilirisasi sawit bisa saja tidak terjadi dan justru memberikan kesempatan bagi Tiongkok untuk mengeruk peluang mendapatkan CPO dengan harga murah,” ujarnya, Minggu (12/5).
Karena itu, Andry menekankan, ke depan kerja sama dengan Tiongkok melalui BRI seharusnya bukan lagi pembangunan infrastruktur yang memudahkan barang mereka langsung dikonsumsi masyarakat.
Menurut dia, nantinya harus ada kerja sama yang bertujuan pada pengembangan industri domestik yang berbasis ekspor. (ken/c17/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perang Tarif AS Vs Tiongkok Pecah Lagi
Redaktur : Tim Redaksi