BACA JUGA: Awalnya, Ada yang Takut Kesetrum
Berikut petikan wawancaranya dengan Jawa PosMengap a terinspirasi mengembangkan e-voting?
Ada kebuntuan penyelenggaraan pilkada dari tahun ke tahun
BACA JUGA: Ketika Pilkada Tak Lagi
DPT (daftar pemilih tetap) kisruhBACA JUGA: Statin Turunkan Keperkasaan Pria?
Penghitungan tidak selesaiAkhirnya, berbuntut demo dan pertentangan yang berkepanjanganDemokrasi menjadi begitu lama dan mahalSelain itu, prosesnya panjangSaya ingin memberikan solusi.Bagaimana proses sampai direalisasikannya ide itu?
Waktu pengajuan DPT ke MK (dalam pemilu lalu), saya berpikir, mengapa sih DPT saja sampai ke MK? Mengapa nggak cari solusi? Saya panggil tim IT sayaCoba pikirkan, terlintas nggak pemilihan dengan ITSaya nggak pernah ke AS atau India (yang sudah menerapkan e-voting)Padahal, KPU sudah seringSaya ingatkan tim IT di Pemkab Jembrana bahwa kami sudah punya program Jembrana School Smart yang kini diujicobakan di empat sekolah (satu SMP dan tiga SMA)ID card anak-anak digunakan di presensi, perpustakaan, termasuk kantinDengan debit (uang yang sudah disetorkan kepada sekolah), misalnya seratus ribu rupiah, mereka jajan di kantin dengan sistem onlineMau bakso, nasi goreng, atau yang lain, mereka tinggal pilih di touch screenNah, saya bilang kepada tim IT saya, bisa nggak mengganti pilihan bakso dengan kepala manusiaTerus, jangan sampai memilih dua kaliSaya tunggu tiga hariOh, ternyata bisaLebih dari sepuluh kepala pun masih bisaKalau begitu, biar tidak dipalsu, KTP menggunakan single identity number (NIK) dan chipDari situ, sistem e-voting terus disempurnakan.
Apakah masyarakat Jembrana sudah siap dengan sistem itu?
Saya sudah mencoba dari masyarakat yang paling ndeso di Pasatan, Desa PohsantenMereka berada di puncak gunungTernyata, masyarakat menyatakan lebih mudahKalau pakai cara lama, repot melipat, salah memasukkan, sampai salah mencoblos.
Sebagian kalangan beranggapan diperlukan payung hukum terhadap e-votingAnda optimistis sistem itu bisa diterapkan dalam pilkada Jembrana mendatang?
Saya kira, pasca putusan MK, tidak perlu mengubah undang-undangAntara mencoblos dan menyentuh, apa sih bedanyaItu yang mengatur KPUDi undang-undang tidak ada cerita sampai detailPerubahan undang-undang pasti lamaJadi, cukup menggunakan keputusan KPU sambil di-sounding ke Komisi II DPR dan MK.
Benarkah sistem e-voting bisa menekan anggaran pilkada?
Dengan e-voting, banyak yang bisa dipangkasTPS berkurangJaringan penyelenggara juga berkurangTidak menggunakan KPPS yang banyakTidak perlu PPKATK juga habis (tidak diperlukan)Cukup KTP yang sudah kami siapkan, yakni e-KTPPenghitungan suara juga cepatJadi, demokrasi tetap akurat dan murah.
Berapa biaya pengadaan satu unit e-voting?
Satu unit e-voting saya perkirakan cuma Rp 10 juta, termasuk anggaran pelaksanaan di tiap TPSKami memesan chasing alat e-voting dari BandungHarganya sekitar Rp 4 jutaCPU Rp 2,5 juta, monitor (touch screen) Rp 2 juta, dan card reader Rp 800 ribuPada pilkada nanti, dibutuhkan 200-an TPSNanti alat-alat itu bisa kami sewakan ke daerah lain(pri/c11/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disiapkan, Viagra untuk Wanita
Redaktur : Auri Jaya