Tak banyak pakar hukum di Indonesia yang secara khusus mendalami masalah pencucian uang (money laundering)Dari yang tak banyak itu, Dr Yenti Garnasih SH MH adalah salah satunya
BACA JUGA: Ponpes Al Mahadul Islam Yapi di Pasuruan, Sehari setelah Diserang Massa
Bahkan, dia disebut-sebut sebagai orang pertama yang meraih gelar doktor di bidang pencucian uang-------------------------- ------------
SEKARING RATRI A., Jakarta
--------------------- -----------------
Siang itu Jawa Pos menemui Yenti di ruang kerjanya, di lantai 3 gedung Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta
BACA JUGA: Sweeping Mobil Dinas Pejabat, 9 Tahun Berurusan dengan Hukum
Sehari-hari perempuan 52 tahun ini memang mengajar di kampus tersebutRuang kerja Yenti tergolong sederhana
BACA JUGA: Kisah Para TKI Ilegal di Arab Saudi yang Sengaja Menelantarkan Diri agar Dideportasi
Ketika Jawa Pos berada di ruang seluas sekitar 2 x 3 meter itu, Yenti sedang berbincang dengan tiga priaTak berapa lama tiga pria itu pergi"Mereka adalah penyidik dari Badan Narkotika Nasional (BNN)," kata Yenti ketika ditanya Jawa PosSetelah tiga tamunya pergi, dengan ramah Yenti mempersilakan Jawa Pos masuk"Mereka minta saya membantu polisi menangani kasus pencucian uang yang terkait dengan kejahatan narkoba," papar Yenti"Kalau kasus narkotika ini masuk pengadilan, bisa jadi ini kali pertama kasus narkotika bersanding dengan pidana pencucian uang," tutur Yenti
Pidana pencucian uang boleh dibilang hal yang baru bagi dunia hukum IndonesiaNamun, bagi Yenti, money laundering seperti sudah menjadi bagian dari hidupnyaIni terlihat dari sejumlah buku diktat dan artikel tentang pidana pencucian uang yang hampir memenuhi ruang kerjanyaTernyata, masalah pidana pencucian uang ini merupakan bahan disertasi Yenti ketika menempuh pendidikan S-3 di Universitas IndonesiaSejak saat itulah dia pun dijuluki sebagai Doktor Money Laundering pertama di Indonesia
Nama Yenti pun semakin dikenal publik seiring dengan mencuatnya kasus mafia pajak dengan terdakwa utama Gayus TambunanIni karena dia menjadi saksi ahli di persidangan kasus tersebutDalam sidang, ibu dua anak itu menyampaikan keterkaitan kasus Gayus dengan tindak pidana pencucian uangYenti juga menjadi saksi ahli untuk kasus pencucian uang dengan terdakwa Bahasyim Assyifie (eks PNS di Direktorat Jenderal Pajak)Ketika memberikan kesaksian, Yenti mengusulkan akan dilakukan pembuktian terbalikUsul Yenti pun dilaksanakanDengan demikian, untuk kali pertama pengadilan negeri di Indonesia berani menerapkan pembuktian terbalik terhadap terdakwa Bahasyim AssyifieIni mengakibatkan aset dan kekayaan terdakwa dirampas
"Semoga pembuktian terbalik dalam kasus Bahasyim ini bisa menjadi preseden hukum yang bisa diterapkan di kasus Gayus dan kasus pencucian uang lainnya," ujar perempuan berdarah Jogja-Sunda ini
Sejak saat itu, Yenti "kebanjiran order" dari sejumlah media dan instansi yang memintanya menjadi pembicara maupun narasumberSetiap kali kasus Gayus maupun Bahasyim menjadi topik utama dalam sebuah acara atau program di layar kaca, Yenti hampir selalu hadir sebagai narasumber"Sampai saya nggak enak, karena sering dimintai komentar oleh para wartawan," ujarnya.
Perempuan kelahiran 11 Januari 1959 tersebut mengakui, tidak banyak orang yang meminati bidang pidana pencucian uangYenti memilih mendalami jenis pidana tersebut secara tidak sengajaSebelum memutuskan melanjutkan kuliah di jurusan hukum, Yenti yang sejak remaja gemar dengan dunia seni memilih bersekolah di sebuah sekolah tinggi bahasa asingMantan model dan penari itu juga sempat bekerja di sebuah yayasan pendidikan di Bandung"Saya mengelola sejumlah taman kanak-kanak," katanya
Ketertarikan untuk memasuki dunia hukum timbul ketika dia kerap melewati sebuah sekolah hukum saat berangkat menuju yayasan tempatnya bekerjaDari situ anak pertama dari enam bersaudara itu akhirnya memutuskan menekuni bidang hukum dengan bersekolah di Universitas Pakuan BogorBukannya jenuh, Yenti justru makin tertarik dengan seluk-beluk dunia hukumLulus kuliah, Yenti menjadi asisten dosen di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, JakartaTak ingin mandek, perempuan yang gemar tampil modis dan feminin tersebut meneruskan studi S-2 di Universitas Indonesia (UI) dengan beasiswa dari universitas tempatnya mengajar pada 1993
Ketika menjalani masa perkuliahan di UI, Yenti tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang adaDia bergabung dengan sejumlah komunitas hukum serta rajin mengikuti acara-acara di kampusnyaYenti pun kerap diajak menghadiri konferensi internasional, seperti konferensi tingkat tinggi Crime Prevention and Treatment of Offenders di beberapa negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)Dia pernah mengunjungi Mesir, Austria, hingga Italia
Sebagai delegasi termuda, saat itu Yenti kerap diminta mengikuti sidang komisi PBB yang tergolong baru atau kurang "terkenal" di mata para seniornyaIstri Brigjen TNI Bambang Prasetyo tersebut selalu kebagian sidang komisi pidana pencucian uang"Waktu itu belum kepikiran, saya malah kayaknya "dibuang?Udah kamu kan masih baru, kamu ikut sidang komisi pencucian uang aja," kata Yenti menirukan ucapan para seniornya kala itu(Sekadar informasi, dunia internasional telah mengundangkan pencucian uang sejak meratifikasi Convention for Narcotics and Psychotropics Substancies PBB pada 1986)
Saking seringnya mengikuti sidang komisi pidana pencucian uang, Yenti mulai tertarikDia berpikir, seandainya negaranya memiliki undang-undang pencucian uang, berbagai macam kejahatan, khususnya kejahatan korupsi, bisa diberantas sampai tuntas"Saya mulai menyenangi jenis pidana iniSaya berpikir kapan negara kita ada seperti iniIni adalah something new dan saya punya keyakinan one day negara saya harus punya UU pencucian uang," kenang putri pasangan Soepantho dan Nany Suyani itu.
Pemikiran tentang UU pencucian uang terus menjadi perhatian YentiSetelah menyelesaikan program studi S-2 pada 1995, putri mantan bupati Purworejo tersebut pun langsung melanjutkan pendidikan S-3 di UIKetika tiba saat menyusun disertasi, promotornya, Prof Erman Radjagukguk, menyarankan Yenti memilih pencucian uang sebagai bahan disertasi"Mungkin sudah jalannya di situ, berkat saran Prof Erman saya mantap membuat disertasi tentang pencucian uangKebetulan saya juga sudah mempelajari soal pencucian uang sejak lama," katanya
Itu bukan pilihan gampangApalagi, kajian mengenai tindak pidana pencucian uang di Indonesia sangat sedikitUntuk itu, setelah menyelesaikan kuliah teori pada 1999 di UI, Yenti pun bertolak ke negeri Paman Sam demi melakukan studi pustaka di Washington University terkait dengan kejahatan pencucian uangDia memilih Amerika sebagai negara tujuan kajian literatur, karena negara tersebut merupakan yang pertama di dunia yang memiliki undang-undang pencucian uangDemi menyelesaikan disertasinya, Yenti harus rela berpisah dari keluarga dan teman-temannya selama setahun
Di Amerika Yenti mempelajari 600 jurnal tentang pencucian uangDia juga mempelajari 250 putusan pengadilan tentang pencucian uangSelain mempelajari praktik pencucian uang di Amerika, perempuan yang juga rajin berolahraga itu mendalami penyebab kegagalan negara tersebut dalam menerapkan hukuman terhadap pelaku kejahatan pencucian uang
Pada 2000, Yenti kembali ke Indonesia dengan memboyong ratusan jurnal tentang pencucian uang tersebutDia pun berhasil mempertahankan disertasinya bertajuk Kriminalisasi Pencucian Uang di hadapan dewan pengujiDia juga berhasil menyelesaikan program doktoral sekaligus mendapat sebutan Doktor Pencucian Uang pertama di Indonesia
Rupanya, kebiasaan Yenti melahap jurnal soal pencucian uang selama berbulan-bulan terbawa sampai dirinya pulang ke IndonesiaSejak lulus dan kembali mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Yenti tidak berhenti menulis dan menelurkan artikel tentang pencucian uangDia pun meluncurkan buku setebal 400 halaman berjudul sama dengan judul disertasinya"Rasanya semakin saya banyak membaca, semakin kurang ilmu yang saya miliki," katanya
Meski begitu, Yenti tetap memendam kekecewaan karena Indonesia tidak kunjung menerapkan UU tersebutPadahal, sejak 1988, seluruh dunia terus menggerakan anti pencucian uangIndonesia juga telah meratifikasi Convention for Narcotics and Psychotropics Substancies PBB pada 1986Di sisi lain, pada 1997?2000, Indonesia mulai ditengarai sebagai surga pencucian uang, karena Indonesia merupakan negara satu-satunya yang tidak memiliki UU tersebut
"Memang waktu itu kita mengatakan tidak peduli membangun negara ini dengan uang apa sajaSehingga oleh organisasi internasional, Indonesia diancam akan di-blacklistInternational Monetary Fund (IMF) tidak akan memberikan utangIndonesia juga dilarang mendapatkan dolar, tidak boleh membuka cabang banknya di luar negeri, tidak boleh mengimpor dan mengekspor barang-barangnya jika tidak membuat UU pidana pencucian uangDari situ, baru Indonesia langsung menyusun UU dan disahkan pada 2002," paparnya dengan sedikit berapi-api.
Kekecewaan Yenti belum berakhirSemenjak diundangkan pada 2002 lalu, masih sangat sedikit kasus pidana korupsi yang melibatkan pencucian uangPadahal, jika duit korupsi tersebut dibelanjakan, sudah jelas koruptor tersebut melakukan tindak pidana pencucian uang"Kita lihat saja, jumlah transaksi mencurigakan di PPATK itu mencapai 11 ribu, tapi yang ditindaklanjuti atau masuk ke pengadilan baru sekitar 30 pada 2002-2010
Padahal, kalau diterapkan, undang-undang itu bisa membuat jera para koruptorPara calon koruptor yang lain juga jadi berpikir dua kali kalau mau korupsiBuat apa korupsi, kalau uangnya tidak bisa dibelanjakanMakanya, saya menyebut pencucian uang ini sapu jagat buat kejahatan korupsi di Indonesia," tegasnya(c2/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kali Pertama, Tim Koki Indonesia Lolos ke Final Olimpiade Memasak Kelas Dunia di Perancis
Redaktur : Tim Redaksi