Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

22 Tahun Reformasi, KPK Diserang 'Pandemi Dependen'

Minggu, 24 Mei 2020 – 19:10 WIB
22 Tahun Reformasi, KPK Diserang 'Pandemi Dependen' - JPNN.COM
Mahasiswa Pascasarjana Hukum Universitas Jayabaya – Jakarta, Thomas Tukan. Foto: Dokpri for JPNN.com

Bila diperas intisari pendapat publik hari ini, maka paling tidak sorotan terhadap KPK setelah komisioner baru dilantik adalah integritas dan kinerjanya. KPK nyaris tidak kedengaran gaungnya di tengah situasi pandemi ini.

Sebagai lembaga pengawas dan pemberantas korupsi, andil KPK hilang “dikarantina mandiri” oleh politik kekuasaan. Mungkin KPK juga ikut terjangkit ketakutan Covid-19. Ataukah tengah melakukan pembatasan sosial berskala besar dengan kasus-kasus korupsi. Atau mungkin saja KPK sedang jaga jarak (physical distance) dengan para koruptor.

Kita hanya menebak! Sebab hingga detik ini, KPK tidak pernah tampil berbicara. Ketika Perppu No. 1 Tahun 2020 disahkan menjadi UU, menjadikan negara superbody dan kebal hukum atas penggunaan anggaran. Ketika polemik dana dan mekanisme kartu prakerja bagai korupsi di siang bolong. Ketika Undang-Undang Minerba dipaksakan sah oleh DPR yang mengancam potensi korupsi perizinan. Ketika Omnibus Law yang sarat pasal-pasal korupsi dipaksa pembahasannya di tengah rakyat berperang melawan pandemi.

Dimana KPK ketika negara terang benderang melakukan sederetan korupsi kebijakan ini? Bukankah itu juga adalah tugas pencegahan korupsi bila KPK bersuara tegas?

Indeks persepsi korupsi di tahun 2020 dengan kondisi sekarang sepertinya stagnan. Kita bisa lihat dari Desember 2019 hingga Mei 2020, baru dua kasus yang ditangani KPK. Itupun mandek sampai hari ini. Tidak cukup gencar seperti KPK sebelumnya.

Kita bisa lihat sederetan dilematis dan problem. Misalnya penyegelan terhadap kantor PDIP, Kejadian penahan penyidik KPK di PTIK, menggantungnya kasus Harun Masiku, pemanggilan saksi maupun tersangka korupsi yang bisa menunjuk ke pihak lainnya, hingga komisioner KPK yang sering bersafari ke lembaga-lembaga negara. Bahkan saat KPK disorot publik malah ketua KPK mempertunjukkan masakan nasi goreng ke hadapan jajaran KPK.

Persepsi masyarakat menjadi lemah terhadap KPK. Berdasarkan survei Alvara Research Center, pada Agustus 2019 merilis kepuasan publik KPK berada di posisi kedua tertinggi. Sedangkan pada Februari 2020 turun berada di peringkat kelima.

KPK seperti bangunan borobudur, enak dilihat tetapi kerjanya kurang. Akan semakin banyak terjadi kejahatan korupsi karena tidak ada rasa ketakutan yang dimiliki oleh pihak yang membuat korupsi. Bila saya disuruh memilih, lebih baik aparatur nya jelek tetapi hukumnya baik. Dari pada hukumnya jelek namun aparatur nya baik. Namun yang kita hadapi sekarang, saya tidak mengatakan jelek, tetapi aparatur dan hukumnya sama-sama diprotes oleh publik.

Ketika pemimpin tidak mampu mempertimbangkan dan membaca suasana kebatinan publik yang luas maka jadilah KPK yang positif terinfeksi 'pandemi dependen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close