3 Dampak Buruk Aturan Baru Penggunaan Dana BOS Menurut Ketum IGI
jpnn.com, JAKARTA - Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, aturan baru dana BOS seperti yang tertuang dalam Permendikbud 8 Tahun 2020 akan menciptakan masalah baru.
Menurut Ramli, ada beberapa masalah yang berpotensi muncul akibat aturan baru itu.
Pertama, adanya ketentuan maksimal 50 persen dana BOS boleh untuk gaji guru honorer akan membuat pemerintah daerah menganggap urusan honorer sudah ditangani oleh pemerintah pusat lewat dana BOS. Sehingga kemungkinan besar mayoritas pemerintah daerah akan lepas tangan terhadap pendapatan guru honorer.
Sementara, disebutkan bahwa berhak mendapatkan dana BOS dimaksud hanyalah mereka yang memiliki NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan) dan terdaftar di Dapodik.
"Banyak sekolah, ketika guru honorer yang tidak memiliki NUPTK dan tidak terdaftar di Dapodik dikeluarkan maka mereka akan mengalami kekurangan guru, yang artinya kelas-kelas mereka akan mengalami kekosongan," kata Ramli dalam pesan elektroniknya, Kamis (13/2).
Lalu yang terjadi kemudian adalah kepala sekolah dengan segala kreativitasnya dengan terpaksa akan tetap mempekerjakan mereka dengan mengatasnamakan guru-guru yang ber-NUPTK.
Sehingga guru-guru NUPTK bisa dihitung telah mengajar 40 jam dalam sepekan. Padahal sesungguhnya mereka mengajar hanya mungkin 8 sampai 24 jam bahkan kurang dari itu.
"Masalahnya adalah pendidikan kita menjadi tidak mendidik, sekolah kita menjadi ladang kebohongan serta kepura-puraan dan kepala kepala sekolah kita dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak pantas dalam dunia pendidikan," tuturnya.