Abdul Nasir dan Ahmad Sodiq, Kisah Dua Tukang Koran yang Segera Naik Haji
Usai pulang dari Tanah Suci, kedua orang tuanya meminta Nasir segera menikah. Atas saran Gus Qoyyum, dia diminta mencari jodoh yang hafal Alquran. Agar ketika ditinggal bekerja, sang istri tak melamun dan mengisi waktunya dengan nderes Alquran.
Namun, dua kali lamarannya ke perempuan yang hafal Alquran ditolak. Alasannya, karena yang bersangkutan masih mondok di Ponpes Yanbu’ul Qur’an Kudus.
Nasir pun disarankan oleh Gus Qoyyum pergi ke salah satu pondok di Demak. Dari tiga santri perempuan yang disarankan pengasuh pondok itu, Nasir memilih salah satunya, Khomsatun.
Ketika mengajukan lamaran ke keluarga, perempuan itu sempat merasa keberatan karena Nasir tak hafal Alquran. Nasir menyadari sebagai orang yang tak hafal Alquran mencari istri hafizah tak mudah.
Namun, dia meyakinkan perempuan pilihannya dengan satu janji. Jika bersedia menjadi istrinya, dia berjanji maksimal tiga tahun akan diberangkatkan haji. Sang perempuan akhirnya bersedia menerima lamaran Nasir.
Keduanya lantas melangsungkan pernikahan pada 1993. Karena sudah menikah, Nasir memutuskan boyong dari Ponpes An-Nur dan menempati rumah yang telah dibangunnya di Demak.
Sejak itulah, setiap hari dia pulang pergi dari Demak ke Lasem. Dia berangkat dari rumah sewaktu-waktu.
Kalau terbangun pukul 02.00 dini hari, dia bergegas berangkat ke Lasem. Namun, sekarang dia lebih sering berangkat dari rumah pukul 04.45 dan sampai Rembang sekitar pukul 08.00.