Ada Pertarungan Empat Ideologi Jelang Pilpres 2024
Pertama, sebut saja ideologi politik reformasi. Paham ini mulai dibawa oleh Presiden Habibie ketika dia menjadi presiden pertama era reformasi. Lalu dilanjutkan Gus Dur, Megawati, SBY dan sekarang Jokowi.
"Apa itu paham politik reformasi? Itu adalah varian demokrasi yang khas Indonesia. Ada kebebasan politik di sana. Berbeda dengan Orde Baru ataupun Orde Lama. Ada kebebasan ekonomi. Semua warga negara punya hak yang sama, apapun agamanya. Tapi berbeda dengan demokrasi di barat, di Indonesia, kita punya departemen agama. Negara memberikan peran yang lebih besar pada agama, dibanding demokrasi barat," tambahnya.
Ini, tuturnya, adalah ideologi mainstream. PDIP dan Golkar di dalamnya termasuk kaum minoritas. Dalam pilpres 2019 tempo hari, mayoritas pendukung ideologi ini ada di kubu Jokowi.
Ideologi ini mendapat tantangan dari tiga ideologi lainnya. Kedua, ideologi Islam Politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik.
"Bentuknya bisa macam- macam. Bisa Negara Islam. Bisa sistem khilafah. Bisa juga dengan nama NKRI bersyariah. Bagi paham ini, ideologi yang berlaku sekarang terlalu sekuler. Terlalu liberal. Terlalu memisahkan politik dari agama. Yang menonjol dalam ideologi ini adalah FPI, HTI. Kedua ormas ini berperan signifikan dalam pilpres 2019, di belakang Prabowo," sambung Denny.
Ketiga, ideologi “kembali ke UUD 45 Yang asli.” Paham ini tak menyetujui sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang.
Mereka menganggapnya, secara politik terlalu liberal. Secara ekonomi, terlalu memberikan ruang pada perusahaan asing.
Pelopor paham ini awalnya adalah Persatuan Purnawirawan Angkaran Darat. Di tahun 2009, tokohnya adalah Letjen Suryadi. Mantan panglima TNI Djoko Santoso juga ada di barisan ini.