Aji Kecam Kekerasan kepada Jurnalis Saat Liput Aksi 112
Dari keterangan yang dikumpulkan oleh AJI Jakarta, kedua jurnalis Metro TV saat itu mengambil gambar di depan pintu masuk Al Fatah Masjid Istiqlal di sisi timur laut, seberang Gereja Katedral. Belum sempat masuk, terdengar suara dari belakang “Usir Metro TV... usir Metro TV.”
Keduanya digiring oleh massa dan dicaci maki, diintimidasi, dan disuruh keluar dari lingkungan masjid. Ucha Fernandes diduga dipukuli di bagian perut, leher, dan kaki. Sedangkan kepala Desi diduga dipukul menggunakan bambu dan terluka. Setelah babak belur, keduanya bisa dikeluarkan dari kerumuman massa.
Juru kamera Global TV Dino juga diduga diintimidasi saat meliput aksi tersebut. Dia dituduh tidak sopan saat menyebut nama pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Sihab, tanpa menyertakan sebutan Habib. Massa memaksa dia untuk menambahkan kata “Habib” saat menyebut Rizieq Shihab. Kasus lainnya yakni Jumat malam, 10 Februari 2017, mobil Kompas TV diusir oleh oknum massa Aksi 112 dari lingkungan Masjid Istiqlal.
Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung, selain bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP, pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis bisa dijerat pasal 18 UU Pers. Sebab, mereka diduga secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Ancamannya hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
“Karena itu, kami mendorong jurnalis yang menjadi korban dan perusahaan pers melaporkan tindakan kekerasan ini ke kepolisian,” ujar Erick.
Dia mengatakan, kekerasan terhadap jurnalis berulang karena pelaku dalam kasus sebelumnya tidak diadili.
Anggota masyarakat seharusnya tidak main hakim sendiri. Bila keberatan dengan pemberitaan di media, gunakan mekanisme protes secara beradab dengan cara melaporkan media ke Dewan Pers.
AJI mengimbau jurnalis mentaati kode etik jurnalistik dan bekerja profesional. AJI juga mengimbau untuk mengutamakan keselamatan saat meliput aksi massa yang berpotensi konflik dan tidak menghargai para jurnalis.