Akademisi Soroti Pelanggaran HAM Peristiwa Aneksasi Tatar Krimea
jpnn.com, JAKARTA - Tatar Krimea, daerah yang berpenduduk etnis minoritas muslim telah mengalami peristiwa kontroversial, di mana terjadi pasang surut perubahan dalam politik, konflik, hingga perpindahan penduduk.
Saat membuka acara third Crimea Platform Summit Presiden Ukraina Voldaymyr Zelenskyy menceritakan tentang kisah seorang gadis bernama Leniye Umerova yang terpisah dengan keluarga dan ayahnya yang sedang sakit kanker studium akhir.
"Dia adalah warga negara Ukraina dan Tatar Krimea. Tetapi kini dia terpisah dengan ayahnya yang sedang sakit. Gadis 25 tahun ini sekarang berada di Moskow dan telah dipenjara selama lebih dari enam bulan. Komunikasi yang bisa dilakukan dengan keluarganya hanya melalui surat-surat pendek," ungkap Zelenskyy.
Melihat hal itu, bisa dikatakan begitu banyak perjalanan panjang yang tak mudah bagi masyarakat Tatar Krimea untuk tetap bertahan, di tanah leluhur mereka.
Mereka yang menentang aneksasi ilegal Krimea menjadi sasaran pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang serius, penganiayaan, diskriminasi, dan stigmatisasi oleh otoritas penjajah Rusia.
Dalam forum yang dihadiri 63 negara dan organisasi internasional tersebut Presiden Ukraina melanjutkan ceritanya mengenai gadis yang ingin menjumpai ayahnya pun tidak bisa bahkan kini Rusia ingin menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara.
"Siapa yang berhak atas hal utama-hak untuk hidup. Hak untuk hidup bebas. Untuk hidup bermartabat. Hidup di tanah kelahirannya, hidup tanpa pekerjaan dan tanpa penjajah," sambungnya.
Seorang pakar komunikasi, Dr. Algooth Putranto, juga menyampaikan bahwa sepanjang sejarah, masyarakat Tatar Krimea telah melewati banyak kesulitan dan serangkaian pelanggaran HAM yang tidak adil.
"Penderitaan masyarakat Tatar Krimea dan perjuangan mereka untuk mendapatkan identitas, martabat, dan hak asasi manusia seharusnya menjadi perhatian kita bersama," katanya.