Akankah Erdogan Effect di Turki Merembet ke Pilpres RI?
Oleh Dhimam Abror DjuraidKekuatan Barat tidak menghendaki Erdogan berkuasa lagi dan lebih mendukung Kemal Kilicdaroglu untuk menjadi pemimpin Turki. Kilicdaroglu mewakili koalisi liberal yang pro-Barat.
Kelompok itu menjadi musuh utama Erdogan yang mewakili kubu nasionalis-Islam yang lebih independen terhadap Barat.
Media-media Barat memotret pemilihan presiden di Turki sebagai perebutan kekuasaan antara pemimpin despotik melawan oposisi yang demokratis.
Media-media mainstream besar Barat, seperti The Economist, Der Spiegel, Le Point, dan media besar lainnya secara terang-terangan menyerang Erdogan dengan memotretnya sebagai diktator.
Kover salah satu edisi The Economist menggambarkan sosok Erdogan sedang duduk di singgasana yang sudah agak reyot dengan lambang bulan sabit retak di pucuk singgasana.
Majalah terkemuka itu menunjukkan bahwa Erdogan ingin membangkitkan kembali imperium Turki yang pernah menjadi superpower dunia. The Economist juga mengungkap tindakan represif Erdogan terhadap kalangan oposisi dan jurnalis yang kritis terhadapnya.
Jurnalis senior David Hearst yang memimpin redaksi Middle East Eye mengecam kampanye negatif media Barat dan menganggapnya bias karena tidak berimbang dan terlalu memojokkan Erdogan. Banyak pemimpin di Timur Tengah yang represif dan opresif terhadap oposisi dan jurnalis, tetapi tidak mendapatkan sorotan yang kritis dari media Barat.
Arab Saudi di bawah kepemimpinan Pangeran Muhammad bin Salman (MbS) melakukan represi terhadap oposisi. MbS berada di balik pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.