Analisis Fahri soal Presiden Jokowi Akhirnya Setuju UU KPK Direvisi
jpnn.com, JAKARTA - DPR dan pemerintah telah sepakat menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). RUU KPK yang awalnya dari inisiatif DPR itu pun akhirnya memperoleh persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, persetujuan Presiden Jokowi atas RUU KPK bukan hal mengejutkan. “Saya sendiri tidak kaget danmerasa bahwa ini sudah akumulasi sifatnya,” ujar Fahri melalui layanan pesan suara, Selasa (17/9).
Legislator yang dikenal vokal itu menduga Presiden Ketujuh RI tersebut menganggap KPK sudah tak seperti tujuan awal dibentuk. “Pak Jokowi merasa KPK adalah gangguan,” kata Fahri.
Mantan wakil sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, Presiden Jokowi membentuk kabinet pemerintahannya pada 2014 dengan melibatkan KPK. Presiden yang sebenarnya punya berbagai instrumen untuk melakukan seleksi calon menteri justru menggandeng KPK.
Fahri menyebut langkah Jokowi itu merupakan tindakan yang tidak ada dalam UU. “Dan yang dilakukan KPK itu luar biasa, dalam pengertian terlalu maju. Saya sudah kritik pada waktu itu ketika KPK sudah mencoret nama orang, dia taruh hijau, dia taruh merah, dia taruh kuning,” ucapnya.
Menurut Fahri, kritiknya terhadap Jokowi ternyata benar. Sebab, cara Jokowi melibatkan KPK dalam seleksi calon menteri tidak dikenal dalam tradisi demokrasi dan negara hukum.
“Apa yang kita lihat selanjutnya adalah justru KPK semakin berlebihan. Puncaknya menurut saya adalah ketika Pak Jokowi memilih nama Budi Gunawan untuk dikirimkan ke DPR,” sambung Fahri.
Pada awal Januari 2015, KPK menetapkan Budi Gunawan alias BG sebagai tersangka suap. BG yang kala itu menjadi calon tunggal Kapolri dijerat sebagai tersangka rasywah tanpa pernah diperiksa sebelumnya.