Angka Defisit BPJS Kesehatan, Tunggu Review Kedua BPKP
Karena sudah bersifat final dan mengikat. Hanya hingga kemarin, putusan itu belum mereka terima. Pihaknya juga masih menghitung apakah pembatalan atas pengurangan tiga layanan berdampak pada makin parahnya defisit BPJS.
”Nanti di rakor (rapat koordiansi, Red) tingkat menteri kami akan menyampaikan. Apakah item bauran terkait dengan tiga hal tersebut apakah tetap menjadi keputusan rapat tingkat menteri atau tidak,” ujar dia.
Opsi lain untuk mengurangi defisit adalah dengan mereview iuran. Fahmi berharap ada review yang dilakukan oleh dewan jaminan sosial nasional yang bertugas untuk menghitung iuran. Terutama iuran penerima bantuan. Perhitungan itu sesuai aturan memang dilakukan tiap dua tahun.
Alasannya karena ada faktor inflasi dan penyesuaian tariff layanan di rumah sakit. ”Itu yang seharusnya tahun lalu ya itu sudah diterbitkan, kan dua tahun sekali perintahnya, ini kan 2018, 2017 sudah ada hitungan itu,” kata dia.
Meski demikian, ada ancaman lain yang berpotensi memperbesar defisit. Koordinator Advokasi BPJS Watch melihat potensi defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lebih besar dengan adanya kenaikan upah minimum propinsi/kota (UMP/K). ”Upah peserta pekerja penerima upah (PPU) swasta atau BUMN dan BUMD berhak atas ruang perawatan klas 2 dan kelas 1,” katanya. Hal itu karena upah mereka setidaknya empat juta atau lebih.
Data BPJS Watch per 30 september lalu mencatat jumlah peserta PPU dari sektor tersebut yang membayar iuran sebanyak 13.349.602 orang. Bila jumlah peserta beserta dengan keluarga maka totalnya sebanyak 31.436.014 orang. ”Rinciannya peserta PPU swasta/BUMN/D beserta keluarga yang berhak pelayanan klas 1 sebanyak 7.541.213 orang sementara yang klas 2 sebanyak 23.894.801 orang,” beber Timboel.
Kementerian Ketenaagkerjaan beberapa hari yang lalu telah mengeluarkan Surat Edaran tentang kenaikan upah minimum tahun 2019, yaitu sebesar 8, 03 persen dengan mengacu pada Pasal 44 PP no. 78/2015. Kenaikan tersebut berdasarkan penjumlahan inflasi nasional 2,88 persen dan kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional 5,15 persen.
”Kenaikan upah minimum tersebut akan berdampak pada peningkatan pembiayaan JKN di tahun 2019, yg bisa mendorong peningkatan defisit, karena kehadiran Pasal 50 Pepres no. 82/2018 di atas yang masih menetapkan batas klas 1 dan 2 di upah Rp. 4 juta sebulan,” ucapnya.