Arbi Sanit: Prabowo dan Jokowi Figur Pemimpin Tanggung
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit mengatakan idealnya sistem demokrasi multi partai, memang harus ada koalisi permanen di antara partai-partai yang ada. Seperti yang dilakukan UMNO di Malaysia.
Dengan koalisi permanen menurut Arbi, pemerintahan dan stabilitas politik bisa lebih terjaga. "Idealnya, dalam sistem presidensil multi partai memang harus ada koalisi permanen seperti di Malaysia dengan UMNO. Kalau terlalu banyak partai dan masing-masing partai tidak dikelompokkan dalam koalisi, maka politik akan menjadi semakin ramai dan tidak terjaga," kata Arbi Sanit, di Jakarta, Kamis (9/10).
Sayang, lanjut dia, koalisi permanen belum bisa dilaksanakan di Indonesia karena memerlukan sosok pemersatu sebagai pemimpin koalisi. "Kalau sosok Prabowo dan Jokowi sebagai figur pemimpin, masih tanggung dan belum bisa dikatakan sebagai sosok pemersatu. Mereka hanya sosok pemimpin yang sedang-sedang saja yang tidak memiliki kharisma kuat untuk mengikat anggota koalisi di samping kondisi pemimpin partai yang tidak jelas di dalam anggota koalisi itu sendiri," terang Arbi.
Untuk membentuk koalisi permanen menurutnya juga butuh ideologi. Sementara ideologi partai-partai yang tergabung dalam koalisi berbeda bahkan tidak jelas. "Gimana mau bentuk koalisi permanen jika ideologi di dalam masing-masing anggota koalisi berantakan dan tidak jelas. Kalau dikatakan, ideologinya semua sama Pancasila, kenapa mereka tidak jadi satu sekalian saja? Tafsirnya menjadi tidak jelas," ujar Arbi.
Ditegaskannya, tanpa kharisma dan ideologi yang tidak jelas, koalisi yang terjadi di Indonesia hanya menjadi koalisi-koalisi kepentingan elit saja. Koalisi seperti ini tujuannya hanya untuk kekuasaan dan sama sekali tidak berhubungan dengan rakyat.
“Saya melihat pembentukan koalisi yang ada tidak ada urusannya dengan negara. Koalisi hanya menampilkan kepentingan para elitnya saja. Ketika kepentingan elit tidak tercapai maka dia bisa pergi seenaknya dan ketika kepentingannya terakomodir oleh lawan, maka dia akan datangi pihak yang tadinya berlawanan," tegasnya.
Menurut Arbi, ini penyakit yang tidak bisa dihilangkan di partai politik karena tidak memiliki integritas. "Para elitnya serakah, sewenang-wenang. Ini berlaku untuk dua kubu koalisi dengan partai-partainya dan hal itu bisa dibuktikan. Jika kepentingan elite tidak terakomodir, maka partai pun bisa dibelokkan ke koalisi lainnya oleh para elit sebagaimana yang terjadi dengan PPP," ungkapnya.
Begitu juga dengan koalisi Jokowi. Kalau Jokowi berani untuk tidak mengambil elite partai sebagai menteri di kabinetnya, Jokowi pasti akan segera ditinggalkan.