Ariadi: Dulu jadi Sopir Pasir, Sekarang Jadinya Seperti Ini
Ariada mengaku merasa terpanggil membantu PMI. Ia merasa prihatin dengan kondisi rekan-rekannya yang mengungsi di sekitar Desa Sambirenteng dan Tembok.
Banyak yang mengeluh mengalami kesulitan air bersih. Pada saat yang sama, PMI juga kewalahan karena kekurangan tenaga sopir. Seperti gayung bersambut, dia memilih bergabung dengan palang merah.
“Banyak teman-teman ngungsi di sini. Kasihan dia kekurangan air, saya juga kepingin bantu. Karena saya hanya bisa jadi sopir, ya saya bantu dengan cara ini,” ceritanya.
Setiap hari, Ariada mulai stand by di posko relawan pada pukul 07.00 pagi, atau paling lambat pada pukul 08.00.
Setelah itu ia mulai mengirimkan air ke sebelas titik yang ada di wilayah Kecamatan Tejakula. Biasanya tugas itu ia tuntaskan pada pukul 17.00 sore atau pukul 18.00 sore.
Tugas itu dianggap relatif ringan baginya. Lantaran ketika menjadi sopir truk, ia menghabiskan waktu 24 jam non stop untuk sekadar antre maupun mengirim ke pemesan.
“Sekarang saya anggap jalan-jalan saja. Sambil jalan-jalan, ketemu teman, bisa bantu teman juga,” tandasnya.(rb/eps/mus/mus/JPR)