Asas Prudential Harus Selalu Dipegang Bank Penyokong Tambang
jpnn.com, JAKARTA - Studi dari lembaga Urgewald dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), mencatat masih banyak perbankan yang memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020.
Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 terkait penerapan pembiayaan berkelanjutan oleh perbankan.
Informasi tersebut pun dibenarkan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Minerba Irwandy Arif. Dia menyebut sebanyak enam bank RI ramai-ramai memberikan pendanaan untuk industri batu bara, bahkan jumlahnya mencapai Rp 89 triliun. Bank-bank itu adalah BNI, Mandiri, BRI dan BCA.
Pengucuran dana untuk pembiayaan perusahaan tambang batu bara banyak terjadi di Sumatera Selatan hingga Kalimantan.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa mengatakan BNI seharusnya mengedepankan asas prudential banking atau kehati-hatian karena yang dikelola adalah dana masyarakat. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi perbuatan melawan hukum di internal corporatenya.
"Pada dasarnya di dalam lembaga perbankan dikenal adanya asas prudential banking dalam mengelola keuangan serta pembiayaan yang melibatkan bank. Jadi sikap bank harus sangat berhati-hati karena menyangkut dana nasabah," ujarnya kepada wartawan, Kamis (12/4).
Jika terpaksa harus membiayai, perbankan juga harus mendapatkan jaminan atau agunan dari para perusahaan pertambangan yang berniat meminjam dana. Jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka penegak hukum seperti KPK maupun Kejaksaan harus turun tangan.
"Bila hal ini dilanggar ketentuan dalam UU Perbankan mengenai prudential banking ini ada dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, di mana ancaman pidananya minimal 3 tahun dan maksimal 8 tahun (penjara) dan denda maksimum Rp 100 miliar," ujar Eva.