ATSI Desak Pemerintah Tindak Pengguna Perangkat Penguat Sinyal Ilegal
jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah bersama aparat penegak hukum diminta segera menindak pengguna perangkat penguat sinyal (repeater) ilegal yang semakin masif belakangan.
Pasalnya, perangkat tersebut telah membuat kualitas jaringan telekomunikasi di Indonesia semakin menurun. Hal ini membuat semakin banyak konsumen tidak dapat menggunakan layanan telekomunikasi selulernya dengan optimal.
“Repeater ilegal telah menjadi momok bagi penyelenggara telekomunikasi karena menyebabkan interferensi. Yang dirugikan bukan hanya penyelenggara namun juga masyarakat pengguna karena tidak bisa optimal dalam memakai layanannya,” ujar Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alexander Rusli dalam Diskusi Panel dengan tema “Penyalahgunaan Penguat Sinyal Seluler: Dapatkah Ditertibkan?” di Jakarta, Rabu (4/6).
Hadir sebagai pembicara Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan, VP ICT Network Management Telkomsel, dan dihadiri oleh para pemangku kepentingan di sektor TIK Nasional.
Akibat penggunaan penguat sinyal (repeater) yang dipasang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan oleh Pemerintah dan pengoperasiannya tanpa melakukan sinkronisasi teknis dengan operator seluler yang bersangkutan, repeater tersebut justru menimbulkan interferensi pada jaringan telekomunikasi secara umum.
“Memang dipahami bahwa kualitas jaringan seluler memang belum seluruhnya baik, oleh karena itu kami meminta dukungan dari para pelanggan untuk menginformasikan dimana saja area atau lokasi yang kualitasnya belum baik benar agar dapat kami melakukan perbaikan dan memberikan solusi berupa penambahan cakupan layanan maupun penambahan kapasitas jaringan, ” tambah Alex.
Untuk diketahui pengoperasian penguat sinyal seluler (repeater) tanpa izin juga dikategorikan sebagai praktek melawan hukum. Kondisi ini karena melanggar beberapa ketentuan dalam UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Pertama, melakukan perbuatan yang menimbulkan gangguan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi (pelanggaran Pasal 38).