Baliho
Oleh: Dhimam Abror DjuraidBagaimana proses ballighu menjadi baliho? Dalam tata bahasa Indonesia kita menjumpai amat banyak serapan dari bahasa Arab yang kemudian diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Kursi, kitab, ilmu, nama-nama hari mulai dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, semua diambil dari bahasa Arab.
Bahkan dua lembaga tinggi politik Indonesia memakai nama serapan dari bahasa Arab, “Dewan Perwakilan Rakyat”, ketiga kata berasal dari bahasa Arab. Juga “Majelis Permusyawaratan Rakyat”, tiga-tiganya diserap dari bahasa Arab.
Dalam perspektif komunikasi budaya serapan budaya asing maupun bahasa asing terjadi melalui proses asimilasi, kulturasi, maupun akulturasi.
Proses penyerapan itu sering terjadi perubahan bunyi atau ejaan karena menyesuaikan dengan lidah setempat. Karena itu “ballighu” bisa menjadi “baliho”.
Baliho adalah sarana periklanan luar ruang (outdoor advertising) yang sudah lama dipakai untuk melakukan komunikasi produk. Selain baliho, ada juga poster yang ukurannya lebih kecil, dan ada juga billboard yang berukuran lebih besar dengan struktur yang lebih permanen.
Baliho banyak ditempatkan di titik-titik strategis seperti perempatan jalan, tikungan jalan, atau di tempat tertentu yang mudah terlihat orang (eye catching).
Pesan atau message yang terpampang dalam baliho biasanya dibuat mencolok, dan mudah diingat, serta tidak berpanjang-panjang karena tingkat perhatian orang yang biasanya hanya beberapa detik saja. Foto yang dipasang di baliho dibikin besar dan mencolok, dan dengan pose yang dibuat semenarik mungkin.
Di musim politik baliho dianggap sebagai salah satu sarana promosi yang sangkil (efektif) untuk mengampanyekan calon yang terlibat kontestasi. Target market baliho sebenarnya lebih terbatas pada pangsa kelas menangah ke bawah, tapi efektifitasnya masih bisa diandalkan.