Banyak Kasus Poligami jadi Pemicu Perceraian
Sebelumnya, sambung dia, majelis hakim telah meminta keterangan kepada istri pertama untuk memastikan apakah siap dipoligami.
“Kami beri nasihat. Kalau perlu, tidak poligami. Permohonannya dicabut. Namun (istri pertama) ikhlas,” katanya. Dirinya khawatir, ketika permohonan tidak dikabulkan, akan muncul masalah baru. Yakni poligami tidak sehat.
Juga terjadi nikah siri hingga perselingkuhan. Karena itu, izin dari istri pertama sangat penting dan menjadi acuan majelis hakim.
Menurutnya, minimnya kasus poligami yang tercatat di pengadilan agama bukan berarti kasus poligami rendah. “Karena nikahnya di bawah tangan, tidak sah. Tanpa persetujuan istri. Ketika ketahuan istri pertama akhirnya bercerai. Itulah poligami yang menjadi penyebab perceraian,” tuturnya.
Menukil data Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, sepanjang 2018 terdapat 7.191 kasus perceraian. Adapun kasus perceraian paling tinggi periode 2013-2018 tercatat pada 2016. Jumlahnya 8.817 perceraian. Atau rata-rata dalam sehari, ada 24 pasangan suami-istri yang memutuskan bercerai.
Menengok Pasal 116 UU 1/1974 tentang Perkawinan, ada delapan poin alasan putusnya perkawinan atau perceraian.
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Samarinda, M Manshur menjelaskan, alasan paling umum, yaitu poin f. Berbunyi, antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
BACA JUGA: Kasus Poligami: Istri Jaga Buah Hati, Suami ke Luar Kota dengan Perempuan Lain