Beginilah Tahapan Ditjen PAS Membina Napi Terorisme
Menurutnya, proses identifikasi bertujuan untuk mengetahui kondisi awal narapidana teroris sebelum mendapatkan rehabilitasi, baik secara psikologis dan sosiologis. Sehingga, data itu bisa digunakan sebagai acuan penyusunan program intervensi deradikalisasi yang personalized atau yang disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan perorangan napiter.
Informasi tersebut juga dapat dijadikan bahan evaluasi keberhasilan kerja program rehabilitasi dan reedukasi. Lalu saat tahapan akhir reedukasi, narapidana teroris dapat kembali diperiksa dengan alat yang sama seperti yang digunakan pada tahapan identifikasi.
“Supaya dilihat perubahan nilai yang mereka dapatkan pada masing-masing aspek,” tutur Harun.
Ditjen PAS juga telah melakukan pembinaan kepada napiter yang tersebar di 23 kantor wilayah (Kanwil) Kemenkumham di Indonesia. Napiter menjalani hukuman di 74 Unit pelaksana teknis yang terdiri atas 71 lembaga pemasyarakatan dan 1 rumah tahanan Negara.
Adapun per 28 Desember 2016, total napiter mencapai 250 orang. Ditjen PAS juga mencatat 239 napi dikenai UU Terorisme, dua napi dijerat UU Darurat, enam napi menyalahi tindak pidana umum yang terindikasi radikal, sedangkan 3 orang masih berstatus tahanan.
“Dan masih terdapat sekitar 100-an orang tahanan dan narapidana yang masih proses persidangan dan pengembangan penyelidikan di Mako Brimob Kelapa Dua Depok,” ungkapnya.
Harun menambahkan, Ditjen PAS memiliki 9 dasar hukum untuk membina napiter. Ada yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, ataupun peretuan menteri hukum dan HAM.(adv/jpnn)
Berikut ini adalah dasar-dasar hukum pembinaan napi terorisme: