Benny Rhamdani: Ada Konspirasi untuk Menghalangi OSO Masuk DPD
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani menyakini adanya konspirasi politik di balik pencoretan Oesman Sapta Odang (OSO) dari daftar caleg DPD periode 2019-2024. Menurutnya, KPU diduga kuat telah menuruti agenda kelompok tersebut, menghalang-halangi OSO untuk masuk ke DPD.
“Ada kekuatan yang bermain dan menyelundupkan agenda politiknya melalui institusi hukum dan penyelenggara pemilu. Dugaan ini berubah menjadi keyakinan, karena KPU terbukti berani melawan undang-undang dan putusan peradilan,” ujar Benny kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (19/1/2019).
Diketahui, KPU bersikukuh melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD dengan alasan berpegangan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 30/PUU-XVI/2018.
Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah mengkoreksi amar putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018, tanggal 23 Juli 2018, tentang Uji Materiil pasal 182 huruf l Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan membatalkan Peraturan KPU (PKPU) RI dengan alasan Putusan MK tidak boleh berlaku surut.
Setelah MA mengoreksi putusan MK, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan OSO. PTUN mencabut surat keputusan KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019 dan memerintahkan KPU menerbitkan DCT baru yang memasukkan nama OSO. Bahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah memutuskan KPU melanggar administrasi karena tidak melaksanakan putusan tersebut.
Bawaslu merintahkan KPU segera memasukkan nama OSO ke DCT dengan catatan yang bersangkutan harus mundur sebagai Ketua Umum Partai Hanura, bila terpilih sebagai anggota DPD. Namun, KPU tak menuruti putusan-putusan itu dengan alasan memegang teguh putusan MK. KPU memberikan tambahan waktu kepada OSO untuk mundur dari Hanura, sampai 22 Januari 2019.
Benny juga menyesalkan adanya penambahan waktu atau pengecualian yang dilakukan KPU terhadap OSO sebagai calon anggota DPD. KPU kerap memberikan perpanjangan waktu kepada OSO untuk mundur dari Hanura, namun melawan putusan sejumlah lembaga peradilan, bahkan Bawaslu.
"Tahapan pemilu enggak bisa dijalankan seperti itu. Kalau calon-calon yang belum memenuhi syarat terus diberikan perpanjangan waktu, apakah pemilu bisa dimulai? Bagaimana kalau calon-calon anggota DPD yang dianggap tidak memenuhi syarat menuntut persamaan hak seperti OSO?" keluhnya.