Bicara Putusan MK dan Kemunduran Demokrasi, Al Araf Singgung Intimidasi pada Ketua BEM UI
Fakta itu baginya mengkhawatirkan, bahwa politik di Indonesia sedang menuju ke arah otoritarianisme. Terlebih publik bisa melihat bagaimana kekuasaan saat ini mengintervensi hukum.
"Mengintervensi Mahkamah Konstitusi untuk kepentingan politik keluarganya,' ujar Al Araf.
Masih dalam forum itu, Daniel Alexander Siagian dari LBH Surabaya Pos Malang menyebut putusan MK Nomor 90 terkait batas usia capres-cawapres tersebut cacat hukum dan sarat konflik kepentingan.
"MK tidak konsisten dengan perannya sebagai negative legislator, yaitu menguji undang-undang jika dinilai bertentangan dengan UUD 1945," ucapnya.
Daniel juga menilai Ketua MK yang baru dicopot, Anwar Usman terlibat konflik kepentingan karena terdapat hubungan kekeluargaan dengan pihak yang diuntungkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
"Sebelum amar putusan dibacakan, ketua MK bahkan memberikan keterangan di muka publik dengan nuansa condong untuk mengabulkan permohonan sebelum perkara diputuskan," tuturnya.
Atas dasar itu, Daniel menilai ketua MK tidak menjalankan fungsi kepemimpinan dan menegakkan hukum acara karena terbukti dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bahwa perbaikan permohonan Nomor 90 tersebut tidak ditandatangani oleh pemohon.
Selain itu, katanya, putusan MKMK jelas dan terang menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap prinsip independensi, prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan keseksamaan dalam mengargumentasikan putusan perkara tersebut.