BPK Harus Melakukan Perubahan Revolusioner
Sehingga, tidak bisa kemudian diasumsikan bahwa ketika ada suatu lembaga atau instansi pemerintahan, atau pemerintah daerah yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas audit BPK, dinilai telah berhasil dalam mengelola keuangannya.
“Itu adalah penilaian atas kewajaran laporan keuangannya. Tapi, itu belum menentukan kebenaran atas pengelolaan uang negara itu sendiri,” kata Syafri.
Karena itu, dalam diskusi tersbut, Syafri Adnan menegaskan bahwa BPK ke depan perlu langkah dan perubahan yang mendasar. “Apa yang dilakukan oleh auditor keuangan negara di negara-negara lain saat ini, arahnya sudah lebih maju. Yaitu penilaian atas kinerja keuangan,” katanya.
Syafri menegaskan bahwa inilah yang menjadi strategi dan langkah baru di seluruh dunia. “Pemeriksaan kinerja adalah Supreme Audit Board. Ini adalah pemeriksaan tertinggi atas pengelolaan keuangan negara,” tegasnya.
Syafri juga menegaskan, melalui pemeriksaan kinerja, amanat konstitusi pada BPK akan lebih bisa merespon perkembangan jaman dan memenuhi kebutuhan serta hak-hak rakyat yang mejadi kewajiban bagi negara.
Sebagai mantan auditor utama, yang juga telah mengabdi sebagai PNS sejak 40 tahun, Syafri melihat bahwa penguatan dan oeningkatan peran BPK dalam pembangunan bangsa, bisa dimulai dari unsur pimpinannya.
“Di sini, integritas, profesionalisme dan independensi menjadi penting. Ini adalah revolusi mental yang harus kita lakukan segera. Kalau kita terlambat, maka “nasib” BPK dari tahun ke tahun sulit untuk memenuhi ekspektasi publik dan perkembangan dunia,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Komisioner Ombudsman RI, La Ode Ida menyoroti proses pemilihan anggota BPK yang masih mencerminkan representasi politik.