Brexit Macet, May Terancam Dimakzulkan Parlemen
jpnn.com, LONDON - British Exit alias Brexit menjadi ujian berat bagi Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May. Saat dia sibuk keliling Eropa dan meyakinkan para pemimpin Uni Eropa (UE) tentang perlunya renegosiasi draf Brexit yang tidak didukung parlemen Inggris, legislator Partai Konservatif menimbang-nimbang kepemimpinannya.
Rabu (12/12) parlemen menggelar voting terkait pengajuan mosi tidak percaya untuk May. Pemimpin 62 tahun tersebut sebenarnya menerima sinyal pemakzulan itu sejak Selasa (11/12) setelah ada petisi yang masuk ke Komite 1922 soal mosi tidak percaya. Namun, May bergeming.
"Saya akan melawan. Saya ini sudah menjadi anggota Partai Konservatif selama 40 tahun," tegasnya saat berpidato di halaman Downing Street 10 sebagaimana dilansir BBC.
May percaya diri. Dia yakin tidak akan terguling. Menurut Reuters, ada sekitar 120 legislator yang masih setia kepada politikus pengoleksi sepatu bermotif leopard tersebut.
Versi Andrew Neil, koresponden politik BBC, May didukung sekitar 158 legislator. Tapi, mendukung May tidak identik dengan memberikan suara untuk May. "Mendukung dan memberikan suara itu hal yang berbeda," ungkap Neil sebagaimana dilansir The Guardian.
May sudah harus meneken dokumen legal terkait posisi Inggris dan UE setelah Brexit pada 21 Januari 2019. Itu tidak akan bisa terwujud jika ternyata parlemen memakzulkannya. Jika Inggris berganti kepala pemerintahan, masa depan Brexit dipertanyakan.
"Ini momen genting. Pergantian kepemimpinan hanya akan membahayakan masa depan negara kita," tegas May.
Sama seperti negara-negara lain yang menganut sistem demokrasi parlementer, partai pemerintah punya kuasa penuh untuk mengganti kepala pemerintahan. Langkah awal bermula dari pengiriman petisi ke Komite 1922.