Brigadir J Vs Bharada E, Reza Beber 2 Teori, Bandingkan dengan Penembakan Laskar FPI
jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel punya alasan menilai baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah Kadi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terjadi bukan dalam situasi genting.
Salah satunya, mengacu pada jumlah peluru yang ditembakkan dari senjata api Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J Vs Bharada E.
Polisi menyebut ada 12 tembakan dalam insiden baku tembak yang menewaskan Brigadir J itu. Tujuh amunisi dari pistol korban tewas dan lima peluru dari senjata api (senpi) Bharada E.
Jumlah peluru yang banyak itu menurutnya menandakan situasinya tidak genting. Sebab, bila situasi krisis, temponya sekejap dan pelurunya sedikit.
"Tembak-menembak pakai peluru yang banyak ini menandakan atau mengindikasikan rentang waktunya cukup panjang," ujar Reza Indragiri kepada JPNN.com, Kamis (14/7).
Penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu lantas mengungkap dua teori dalam penggunaan senpi.
Teori pertama, ada sistem berpikir yang tertata di lingkup kepolisian yang diterjemahkan dalam bentuk standar operasional prosedur (SOP).
Sesuai SOP, katanya, polisi harus melakukan penembakan ke ruang hampa terlebih dahulu, lalu penembakan ke bagian tubuh yang tidak mematikan, dan puncaknya ke titik yang mematikan lawan.