Cegah Radikalisme, Pendidikan Harus Ikut Rekomendasi BNPT
“BNPT menjadi dirigen penanggulangan paham radikal. Lembaga pemerintah lain pun harus mau mengikuti dan memberikan resources terbaik saat mengikuti arahan BNPT,” kata Hendri.
Isu ini, menurutnya, tidak bisa diselesaikan dengan imbauan saja. Tetapi, harus ada ketegasan dengan menggunakan pendekatan tepat kepada anak dan remaja. Hendri juga menyoroti peran media massa.
“Mereka harus mendukung program ini dengan tidak membantu menyebarkan berita atau informasi yang terkait propaganda. Cukup informasi cover bothside yang bisa ditampilkan,” katanya.
Sehingga menurutnya, semua pihak harus peduli pada bahaya propaganda radikalisme. Sementara itu, guru besar sosiologi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Bambang Pranowo juga menyatakan bahwa intensitas anak-anak juga makin dekat dan permisif dalam hal tindakan radikal.
“Survey yang pernah kami lakukan lima tahun lalu, menunjukkan bahwa anak-anak menyetujui tindakan radikal,” kata Bambang. Menurutnya ini membutuhkan perhatian banyak pihak, tidak hanya pemerintah.
Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang dipimpin Bambang Pranowo yang dilakukan pada Oktober 2010-Januari 2011 mengungkapkan hampir 50 setuju pelajar setuju tindakan radikal.
Data itu menyebutkan 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.
Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3 persen siswa dan 14,2 persen membenarkan serangan bom. (jos/jpnn)